Menilik Kesiapan Anak Balita Belajar Formal


Saat ini si nomor empat kami sedang belajar di bangku Play Group (PG). Hampir setiap hari dia pergi-pulang sekolah dengan gembira. Namun ada hal yang agak mengganjal saya rasakan. Si empat tahun ini masih malas kalau diajak belajar.


kesiapan anak balita untuk belajar


Dari sekolahnya dia diberi buku mengaji (buku Ummi), sebagai salah satu bahan belajarnya baik di sekolah maupun di rumah. Buku tersebut sudah diberikan dan dipelajari sejak awal masuk PG. Namun sampai sekarang, setelah sekitar 4 bulan belajar, dia masih mandeg di halaman 8 (dari 40 halaman).

Sementara teman-temannya, ada beberapa yang sudah naik ke jilid selanjutnya. Ada pula yang sudah sampai di halaman-halaman akhir. Hemm..

Baca juga: Melatih Kemandirian Anak TK Melalui Outing Class.


Flashback pada Perkembangan Belajar Kakak-kakaknya

Saya jadi flashback ke beberapa tahun yang lalu. Kurang lebih sepuluh-sebelas tahun yang lalu saya merasakan kegalauan yang lebih besar dari saat ini. Saat si sulung belajar di bangku PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini, setara PG) dan belum bisa mengenal huruf dan angka, saat itu saya langsung sibuk membuat aneka materi pengenalan huruf dan angka di rumah.

Mulai dari mengajaknya mewarnai huruf dan angka, hingga mengajaknya menempel mozaik berbentuk huruf dan angka. Semua saya buat sendiri, di luar materi dari gurunya di sekolah.

Lalu bagaimana hasilnya?

Si sulung Faiq masih malas-malasan diajak bermain sambil belajar. Dia awalnya senang, tapi lama-lama bosan dan agak terpaksa gitu saat saya ajak mengerjakan beberapa "proyek".

Lalu setelah saya curhat ke guru kelasnya, juga ke beberapa teman, sebagian dari mereka bilang, bahwa enggak usah memaksakan anak belajar. Nanti kalau anak sudah siap, mereka akan senang juga diajak belajar.

Ternyata memang benar, si sulung mulai rajin belajar saat dia duduk di bangku TK. Dia mau saya ajak belajar membaca, menulis, berhitung (calistung), hingga mengaji dan hafalan surat-surat Al-Qur'an maupun hadits-hadits.

Perkembangan belajar si sulung cukup bagus. Dan hal itu berlangsung hingga dia duduk di bangku Sekolah Dasar (SD). Nilai-nilai akademiknya di atas rata-rata kelas, dan guru-gurunya mengatakan bahwa si sulung ini memang terbilang cukup mudah menerima materi belajar di sekolah. Alhamdulillah.

Baca juga: Bahasa Cinta Anak-anakku, Semua Tak Sama.

Lalu cerita soal si nomor dua, yang enggak melalui PAUD atau PG, namun langsung ke TK. Pada awalnya (di TK A) dia juga agak sulit diajak belajar. Ditambah jika di sekolah dia sangat pendiam, suaranya kecil, jadi (mungkin) bikin gemas guru-gurunya yang mengajar. Haha.

Berbekal dari pengalaman mendampingi kakaknya, saya cukup santai ketika mendapati persoalan seperti itu. Saya yakin nantinya si nomor dua Fahima ini akan bisa belajar dengan baik juga.

Nah, saat dia duduk di TK B, ternyata perkembangannya memang cukup baik. Dia sudah bisa bersosialisasi dengan teman-temannya (enggak begitu pendiam lagi), juga mampu mengikuti materi-materi di sekolah baik itu calistung maupun mengaji. Bahkan hafalan surat-surat Al-Qur'an dia di atas rata-rata teman-teman sekelasnya. Alhamdulillah.

Lanjut ke cerita si nomor tiga. Zia si nomor tiga sama seperti si sulung, melalui Play Group dulu baru ke TK. Tetapi Zia ini sejak masuk PG sudah ada pandemi Covid 19, sehingga belajarnya secara online (dari rumah, enggak ketemu guru dan teman-temannya secara langsung).

Nah, ternyata Zia ini agak lambat belajarnya. Awalnya saya pikir akan sama dengan dua kakaknya, yang lambat laun akan cepat beradaptasi dengan materi-materi belajar di sekolah. Tapi ternyata sampai di TK B sekarang, dia masih belum lancar calistung, mengajinya juga masih jilid bawah, hafalan surat-surat juga masih sedikit.

Sampai di titik ini saya menyadari sepenuhnya, bahwa tiap anak memang berbeda, termasuk perkembangan belajarnya. Ada yang cepat proses belajarnya, namun ada pula yang lambat.

Tetapi, ketika menjumpai persoalan belajar pada si nomor empat (seperti yang saya tuliskan di awal tulisan ini), kok ya tetap saja ada sesuatu yang agak mengganjal. Haha. Begitulah yang terjadi pada saya, emak-emak biasa yang masih harus terus belajar, termasuk belajar menata hati 😄

Baca juga: Jangan Khawatir Anak Bermain Kotor, Karena Banyak Manfaatnya! 


Kesiapan Anak Belajar Menjadi Dasar Perkembangan Belajarnya

Mengutip dari beberapa sumber yang pernah saya baca, bahwa dalam hal belajar, seseorang harus terlebih dahulu mempersiapkan diri atau dalam kondisi siap untuk melakukan aktivitas belajar agar tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan baik.

Anak yang memiliki kesiapan belajar yang baik akan cenderung mempunyai rasa ketertarikan terhadap proses belajar yang akan dilakukan, sehingga dengan rasa tertarik ini akan membangkitkan semangat belajar untuk meningkatkan kemampuan belajarnya.

Jika kemampuan belajar siswa meningkat maka akan ada kemungkinan hasil belajarnya juga akan meningkat.

Kesiapan belajar ini menyangkut kesiapan fisik dan mentalnya. Untuk anak usia empat tahun (usia Play Group), kesiapan fisik yang dibutuhkan bisa berupa kekuatan otot-otot tangan untuk menulis, menggambar, mewarnai, dan lain-lain. Sementara kesiapan mentalnya antara lain berani mengungkapkan maksud hati/pikiran kepada orang lain (guru dan teman-temannya).

Selama ini, si nomor empat Fahri dalam beberapa hal saya lihat cukup baik dalam mengikuti proses belajar di sekolah. Hal ini saya lihat dari foto-foto/video-video yang dikirimkan gurunya di WAG kelas, juga dari gurunya yang menyampaikan kepada saya secara langsung. Kata gurunya, Fahri cukup aktif (bahkan sangat aktif 😂) di kelas. Dia sudah berani mengutarakan maksud kepada guru dan teman-temannya. Misal minta tolong, mengucapkan terima kasih, dan lain-lain.

Baca juga: Membangun Karakter Positif pada Anak, Ketahui Masalah dan Cara Mengatasinya.

Lalu di rumah, Fahri kadang tanpa saya minta dia bercerita tentang apa yang dipelajarinya di sekolah. Misal, tempo hari dia bercerita, 

"Tadi aku belajar tema AIR (iya, dia sebutkan demikian), trus aku masukin benda-benda ke air di gelas. Ada yang tenggelam dan ada yang terapung. Yang tenggelam ada batu sama kelereng, trus yang terapung ada kertas sama daun.."

Masya Allah, saya takjub, lo, dia bisa menceritakan dengan cukup lengkap. Di lain waktu dia juga kadang bercerita apa saja yang dipelajari di sekolah, main apa saja, dan lain-lain. Saya senang sekali kalau dia mau bercerita 😍

Nah, tapi ya itu tadi, kalau soal mengaji, apalagi belajar calistung, dia masih malas dan sepertinya belum tertarik. Memang ada yang mengganjal di hati saya, demi melihat capaian teman-temannya yang sudah ada yang melesat. Tetapi, ketika saya pikir-pikir lagi, yah, mungkin Fahri belum saatnya di "masa" itu. Mungkin kesiapan belajarnya belum sampai di tahap itu.

Saya hanya bisa terus memotivasi, dan tetap berusaha mengajaknya belajar. Saya belum mencoba membuat "proyek-proyek" seperti yang saya lakukan pada si sulung dulu, sih. Saya masih mengikuti maunya Fahri saja. Terus mengajaknya belajar namun tidak memaksa.

Hemm.. sepertinya sudah panjang, nih, cerita saya. Hehe. Mungkin ada masukan buat saya dalam mendampingi anak-anak saya belajar? Boleh banget, lo, memberikan masukan di kolom komentar di bawah 😊

Oke, terima kasih sudah membaca, semoga ada manfaat dari tulisan ini 🥰



16 comments

  1. Senang ya mbaaa klo.kita bisa mengamati dan ambil kesimpulan terkait tumbuh kembang anak

    Karena kadang adaaaa aja Ortu yg clueless dan bingung klo ngelihat anaknya blm mood belajar

    Ada juga yg super ambis dan demanding.

    Makasi Sharing nya yak

    ReplyDelete
  2. Setiap anak emang unik sih mba, mereka juga memiliki kesiapan yang berbeda masing2. Tapi bener sih kalau se usia empat tahunan lebih fokus ke motorik halus dan kasar. Anakku juga baru siap calistung setelah masuk TK (kepepet juga kali ya karena udah ada calistung wkwkwk)

    ReplyDelete
  3. Nah, sama kasusnya mbak. Anak no 3 saya juga sudah 6 tahun tapi belum bisa baca, belum mau belajar membaca. Berhitung sudah lancar, huruf sudah hapal, tapi belum mau diajak belajar membaca.
    Belajar dari pengalaman anak pertama dan kedua, saya santai aja. Ntar kalau sudah pengen, pasti dia bakal belajar membaca

    ReplyDelete
  4. Oh, tipikalnya si bungsu senang bercerita dengan detil ya, kak?
    Calon public speaker, mashaAllah~

    Akutu seneng banget kalau ketemu anak yang bisa menceritakan kembali dengan runut persis seperti yang diceritakan dari pembicara pertama. Rasanya kaya diperhatikan gitu ya..

    ReplyDelete
  5. Betul mbak aku juga ngalamin kakak adek tipe belajar dan pwrkembanganmya bedaa banget. Seperti dirimu aku belajar utk tenang dan ga memaksa. Anakku yg kedua juga awalnya slow alhamdbulilah Alhamdhulilah pelan2 progresnya keliatan

    ReplyDelete
  6. selalu menarik kalau baca cerita tentang tumbuh kembang anak-anak. ketika mereka punya kelebihan, orang tua sudah pasti senang. dari sisi kekurangan, ini juga menjadi tantangan buat orang tua, ya. menjadikan kita semakin semangat untuk terus mendampingi anak-anak apapun kondisinya.

    ReplyDelete
  7. Tiap anak memiliki fase dan kemampuan yang berbeda. Anak bungsuku dulu berbeda banget dengan kakaknya dan bikin saya sempat kaget. Tapi ternyata ada masanya sendiri dan kita sebagai orang tua hanya bisa memberikan dukungan dengan melihat perkembangan anak-anak. Semangat mba, masa sekarang pasti bakal jadi kenangan yang indah

    ReplyDelete
  8. Aku tim anak beda walau satu rahim cara belajarnya. Tapi anak2 aku masukin formal tk dari paud. Biar ada yg ngajarin. Entah aku memang yg kurang ngajarin anak huhuh

    ReplyDelete
  9. Setiap anak itu unik ya mbak
    Memang orang tua harus jeli, melihat bagaimana kesiapan anak dalam bersekolah formal
    Amati tumbuh kembangnya dengan baik ya mbak

    ReplyDelete
  10. Betul mba setiap anak beda tahap perkembangannya juga kecerdasan yang menonjolnya, Fahri kayaknya anaknya ekstrovert, suka berteman bersosialisasi , anak aktif biasanya perlu usaha ekstra untuk belajar calistung, ngaji yg kudu duduk manis heheh

    ReplyDelete
  11. Melihat tumbuh kembang anak itu selalu menyenangkan. Aku sekarang pas ada bayi, mulai mengajarkan beberapa hal, jadi metode yang diajarkan juga beda sama kakaknya. Jadi nanti bisa lebih siap sekolah formal

    ReplyDelete
  12. Kedua anakku gak ada yang belajar di Play Group atau Paud mbak, tapi di rumah tak siapin sendiri buku-buku belajar buat masuk sekolah gitu. dan dua anak ini perkembangan belajarnya memang beda deh

    ReplyDelete
  13. Kadang aku mikir pengen main lho mbak sekali aja ke rumah mbak Diah. Keren banget ibu dengan putra putri 5 orang tapi tetap bisa produktif dari rumah ngeblog.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hihihi.. mbak Hani bisa aja.. monggo Mbak ke gubukku 😄

      Delete
  14. Iya masih usia dini ngga usah dipaksa belajar dengan duduk manis yaa bisa diajak belajar sambil bermain lebih menyenangkan, keren mba anaknya 5 dan produktif berkarya

    ReplyDelete
  15. Giandra kami juga belum ada tanda siap belajar di sekolah yang mengajarkan calistung Mbak. Saya masih bikinkan project2 kecil untuk stimulasi kecerdasan, motorik dan lainnya. Tapi tetap dikenalkan juga karena ia sudah agak tertinggal dari temannya yang lebih rajin.

    ReplyDelete

Terima kasih sudah berkunjung :)
Saya akan senang jika teman-teman meninggalkan komentar yang baik dan sopan.
Mohon maaf komentar dengan link hidup akan saya hapus ^^.