Satu Cerita tentang Menitipkan Anak pada Nenek-Kakeknya



"Cepetan pulang, ya. Faiq rewel terus..."

"Ini gimana, anakmu nangis terus gak tau maunya apa. Kamu minta izin dulu, ya?"

Ibu mana yang bisa tenang bekerja kalau mendapat telepon seperti itu dari rumah? Seperti apakah kondisi si kecil, hingga saya harus segera pulang? Apakah sudah tak bisa menunggu hingga sore hari ketika saya pulang? Begitu rentetan pertanyaan yang menghantui pikiran. Maka tak ada pilihan lain bagi saya kecuali menuruti permintaan ibu tersebut.

Tapi ketika saya sampai di rumah...
Tak jarang si kecil sudah anteng dan sedang main atau makan di depan rumah. Ohh.

Entahlah, ibu saya orangnya mudah khawatir. Dari sekian kali "panggilan daruratnya" yang seperti itu, hanya sekali yang benar-benar menunjukkan kondisi Faiq kecil dalam bahaya. Saat itu Faiq muntah-muntah terus dan enggak ada makanan yang bisa masuk ke dalam mulutnya. Kami pun langsung membawanya ke rumah sakit karena takut dehidrasi atau sakit lebih parah lagi.
Selain dari itu, anak pertama saya itu hanya sakit biasa seperti batuk atau pilek. Tapi ibu sudah heboh sekali 😔.

"Lekas ganti baju, trus anaknya ditemenin main, tuh. Aku mau istirahat dulu."
"Capek banget aku... Hari ini Faiq tingkahnya banyak banget..."

Tak jarang kalimat-kalimat seperti itu yang menyambut saya sepulang kerja. Baru masuk rumah, belum sempat ganti baju apalagi mandi, ibu sudah "menodong" saya dengan rentetan "pelurunya".  


Credit: pexels.com


Oh, no!
Lama-kelamaan saya enggak kuat juga. Ketika Faiq masih berusia kurang dari satu tahun, saya memutuskan resign dari pekerjaan saya. Selain enggak kuat mendengar keluhan-keluhan ibu, bapak-ibu juga lumayan sering ke rumah kakak di Jakarta selama beberapa hari. Dan, ketika itu saya enggak punya pilihan lain kecuali libur karena harus menemani anak di rumah. Untung tempat saya bekerja (hanya) sebuah CV yang mengutamakan kekeluargaan. Saya diizinkan libur beberapa hari.

Tapi... tentu saja saya enggak enak hati jika sering-sering libur. Toh, tempat itu bukan perusahaan milik saya! Saya enggak bisa, dong, sering-sering libur seenaknya. Ya, akhirnya saya pun izin resign

Saya juga pernah mencoba bekerja di dekat rumah setelah keluar dari tempat kerja pertama tersebut. Dengan harapan, saat jam istirahat saya bisa pulang untuk istirahat sekaligus menemani anak sebentar. Tapi hasilnya tetap sama. Akhirnya, sejak saat itu (Faiq berusia satu tahun) saya benar-benar memutuskan berhenti bekerja di luar rumah. Saya ingin tenang, saya ingin merawat anak saya dengan tangan saya sendiri.


Titip Anak ke Kakek-Nenek atau Daycare?
Saya sadar, orangtua saya sebagai kakek-nenek dari anak-anak saya sudah tak prima lagi kondisi badannya. Mereka enggak sekuat dulu sewaktu masih merawat kami, anak-anaknya. Saya maklum jika ibu lekas capek akibat sering menggendong si kecil (ibu sukanya menggendong si kecil, ke mana-mana si kecil selalu digendong meski beliau sedang menyapu atau apapun). Saya juga maklum kalau bapak sering terganggu jika anak saya rewel. Dan sebagainya, dan sebagainya.

Sebelum resign, saya sempat pula ingin mencari tempat penitipan anak (daycare), tapi... saya tinggal serumah dengan orangtua. Enggak enak rasanya ada kakek-neneknya di rumah, tapi anak dititipkan di daycare. Bayangkan, saya akan seperti "nganggurin" mereka dengan menitipkan si kecil di daycare. Padahal, saat saya hamil mereka sudah menunggu-nunggu kelahiran cucunya. Dan, walau bagaimanapun, kehadiran seorang cucu adalah hiburan buat mereka. Kalau tak ada cucu, sepertinya rumah jadi sepi bagi mereka. Apalagi keduanya sudah tidak produktif bekerja (hanya sesekali saja bekerja).

Baca juga: Bila Serumah dengan Orang Tua

So, pilihan menitipkan anak ke daycare bagi saya jelas sudah tidak mungkin. Kemudian, dengan kondisi seperti yang sudah saya tuliskan di atas, saya juga enggak mungkin lagi menitipkan anak pada kakek-neneknya. Yap, pilihan terbaik bagi saya saat itu hingga sekarang, adalah menjaga dan merawat anak-anak saya dengan tangan sendiri. Saya harus stay di rumah setiap hari bersama anak-anak tersayang 😍.

Jadi, kalau ada pertanyaan: "Menitipkan Anak ke Kakek Nenek, Yay or Nay?" seperti yang dituliskan oleh Mak April Hamsa di web KEB (Kumpulan Emak Blogger), maka jelas jawaban saya adalah "NAY" hehehe. Setiap orang memang berbeda kondisi (dan punya pertimbangan-pertimbangan sendiri), demikian pula halnya dengan saya. Saya tak akan mencibir apapun keputusan orang lain, dan sebaiknya teman-teman juga tak mudah nyinyir dengan pendapat orang lain. Hehehe.. pisss... 😉.

Mungkin kita tak akan pernah tahu rasanya di kondisi A, jika kita tak pernah merasakannya sendiri. Emm... sepertinya "dia" terlalu mengeluh untuk suatu hal, ya? Tapi kita tak pernah tahu, kan, bagaimana rasanya berada di posisinya? Saya pun demikian 😃.


Credit: pixabay.com


Kembali lagi, saya akan bilang NAY jika ditanya apakah akan menitipkan anak-anak ke kakek dan neneknya. Dulu saat anak masih satu saja, rasanya sudah pusing sekali. Apalagi jika seperti sekarang, anak saya sudah 3. Menitipkan mereka ke kakek-neneknya? Oh, jelas tidak mungkin!

Selain kondisi seperti yang saya tuliskan di atas, ada banyak hal lain yang menjadi persoalan. Tentang pola asuh yang berbeda, tentang kesejahteraan yang harus kami berikan pada mereka, tentang pandangan orang lain terhadap kami, dan lain-lain.

Mungkin kondisinya akan lain sama sekali jika kita tidak tinggal serumah dengan orang tua. Sehingga kita bisa menitipkan anak di pagi hari saat akan bekerja, lalu setelah pulang kerja anak kita jemput. Mungkin akan lebih sedikit konflik, ya 😊. Karena kita hanya bertemu dengan orang tua satu jam-dua jam atau bahkan kurang. Berbeda sekali jika semalaman kita bersama orang tua, mendengarkan curhatan dan keluhannya tentang anak-anak kita 😊.

Hemm... jadi saya hanya ingin menyampaikan (setelah curhat panjang kali lebar di atas 😃😃) bahwa ada hal-hal umum yang perlu dipikirkan saat akan menitipkan anak pada kakek-neneknya, yaitu soal komunikasi dan keikhlasan masing-masing pihak. Yap, sebelum memutuskan menitipkan anak pada orang tua kita, hendaknya komunikasikan dulu secara rinci, bagaimana nanti saat anak-anak kita dititipkan pada mereka. Bagaimana makannya, enggak boleh ini-itu, sebaiknya diajak main apa, dan lain-lain. Kemudian tanyakan apakah mereka benar-benar mau dan sanggup menjaga anak kita?

Begitu pula dengan diri kita sendiri, apakah kita sudah benar-benar ikhlas menitipkan anak kita pada mereka? Dengan segala plus minusnya? Yang sering terjadi, sih, soal beda pola asuh ya kalau zaman sekarang ini. Hehe. Pola asuh kita dengan pola asuh ortu kadang berbeda jauh, karena ilmu parenting zaman now pasti juga berbeda dengan ilmu parenting zaman old. Hihihi.


Yah, begitulah... Kalau saya sendiri, untuk saat ini saya sudah membulatkan tekat untuk menjaga dan merawat anak-anak saya sendiri sepanjang hari, sampai kapanpun. Insya Allah.
Bagaimana dengan teman-teman? 😊



21 comments

  1. Alhamdulillah kalau memang sudah membulatkan tekad dalam mengasuh anak sendiri. Karena memang mengasuh anak merupakan tanggung jawab yang besar. Saya sendiri masih menjadi anak dan belum bekeluarga eheh. Tapi nanti jika saya sudah berkeluarga mungkin akan memakai daycare :")

    ReplyDelete
  2. Wah, berhubung aku belum punya anak jadi belum bisa sharing dg tema ini. Tapi aku setuju sepertinya dg keputusan Mbak Deka yg resign drpd harus menitipkan ke kakek neneknya dg kondisi seperti tsb di atas.

    ReplyDelete
  3. nah itu mbak

    aku kan kerja, sekarang hamil masuk 2 bulan. aku dah mikir nih siapa yang ngasuh. titip ke orang tua ga mungkin karena mereka juga sibuk, ke daycare kok agak ngeri-ngeri sedap haha

    sedangkan kalau memutuskan untuk resign harus mikir banyak karena beebagai alasan hmmmm

    ReplyDelete
  4. Aku setuju dengan mengurus anak sendiri di rumah dibandingkan harus dititipkan. Aku tau sendiri rasanya diasuh sama yang bukan orang tua, beda sekali dengan orang tua sendiri. :)

    ReplyDelete
  5. Sehari-hari saya menitipkan anak-anak di daycare tapi jika ada kondisi darurat sering menitipkan juga ke orangtua,tapi ya gitu,sering nggak enak hati juga kalau merepotkan

    ReplyDelete
  6. Lagi menguatkan mental untukresign dan mengurus endiri anak-anak di rumah,terima kasih sharingnya

    ReplyDelete
  7. Ini kegalauan yang kualami juga. Sekarang belum punya anak sih, tapi berniat ubtuk S3 di LN tahun depan. Anakku piye 😭😭😭

    ReplyDelete
  8. Kalau ditanya, saya juga akan menjawab NAY. Karena saya juga tau kondisi orangtua saya, mereka sudah tidak muda lagi, tenaga mereka otomatis berkurang.
    Meskipun mereka bilang gak papa, tapi denger keluhannya, kok jadi gak tega, ya...hihihi
    Biarlah mereka menikmati masa tuanya, dan sekarang giliran saya yang mengasuh dan mendidik cucu mereka. :))

    ReplyDelete
  9. Saya flashback ke masa lalu mba. saya juga pernah di titipkan ke kakek dan nenek saya yang baik hati.

    ReplyDelete
  10. Dari awal aku selalu bilang meski dulu tinggal dirumah mertua NAY dititipin kakek neneknya tapi nyatanya kakek-nenek yg bilang malu akan dicemooh org klo cucunya malah dititipin ke daycare atau pengasuh tp pd akhirnya akupun dapet selalu keluh kesah yg bikin sepulang kerja kepala pgn dijedotin wkwkwk akhirnya stlh misah meski rumah deket aku lbh milih cari pengasuh next mmg aku jg pgn resign namun blm saat ini skrg aku lbih gendut lbih bahagia tnp ada berondongan keluhan dari ortu ;p

    ReplyDelete
  11. aku sekarang nitip ke daycare mbak Deka karena jauh dari ortu. dulu pernah nitip ke ortu cuma cara pengasuhannya beda sama aku dan suami, jadi kami sering cek cok walhasil nitip ke daycare. tapi kalau aku lembur agak susah juga. tapi dibisa2in lah

    ReplyDelete
  12. Jujur. Bagiku menitipkan anak ke daycare itu bukanlah solusi yang baik. Mereka memang jarang memperoleh pendidikan yang baik dari orangtua sendiri. Alangkah baok jika ayah dan ibu yang mengurus anaknya. Namun, pasti ibu dan ayah harus mempertimbangkan juga untuk mencari duit demi kepentingan keluarga. Ah, jadi dilema kelak bagi aku kelak yang akan menjadi kepala keluarga.

    ReplyDelete
  13. Wah... sungguh mulia sekali ya Mak.... saya dulu kecilnya dititipin ke kakek dan nenek karena orang tua kuliah dan bekerja sampai udah gedepun jadi anak kakek dan nenek :)

    ReplyDelete
  14. Kenyataan sih soapnya opung kami kalau cucu nya ngumpuk marah marah tapi tiba semua cucunya gak ada d rumh malah nyariin. Yaaa kita sebagai cucu nyenengin opung kami aja

    ReplyDelete
  15. Hmmm aku nanti gimana yaaaa
    Belum nikah sih, ketemu jodohku aja belum 😆😂
    Tapi udah kebayang sih yang kayak gini. Terus, aku gak berani berandai-andai. Biar nanti aku diskusikan sama suami dulu, aku nggak berani berspekulasi lebih jauh. Cukup aku baca, kujadikan pelajaran
    Makasih sharingnya mbak deka 💚

    ReplyDelete
  16. Saya juga termasuk golongn "Nay" untuk menitipkan anak pada orang tua kita, meski mereka juga menyuruh istri untuk kerja dan bilang dede sama mereka, tapi yah ga bisa boong khawatir, apalagi dede gladio masih kecil, jadi aku sebisa mungkin bilang ke istri untuk ga kerja dulu

    ReplyDelete
  17. Yg paling dipikir emang pola asuh yg berbeda. Kalau di aku, nitip 1-2 kali boleh lah. Tp kalau ditinggal kerja dan kakek neneknya udah tua, kan kasian mereka. Apalagi pas anak lg aktif misal belajar jalan. Tp kalo kakek neneknya hepi dan gak heboh pas jagain, why not?

    ReplyDelete
  18. Ceritanya persis sama kakakku. Kadang kasian sama mama yang cape tapi dititipin anak, yah begitulah #lyfe

    ReplyDelete
  19. Iya, kadang bilang gak sopan tapi ya gimana orang kakek sama neneknya juga mau, sekalian jagain cucu gitu :|

    ReplyDelete
  20. Dari awal, saya dan suami telah sepakat untuk tidak merepotkan orang tua. Sesekali sih iya, apalagi orang tua sendiri yang meminta agar anak dititipkan saja. Tapi itu dulu, sekarang sudah tidak mungkin karena orang tua kami juga sudah tua dan sakit2an.

    ReplyDelete
  21. I knew that feeling. Nitipin anak2 ke orang, meskipun nenek kakeknya sendiri, emang nggak enak banget rasanya ya mbak.
    Tanpa meninggalkan rasa hormat pada ibu2 yang harus menitipkan anaknya, alhamdulillah, aku sekarang uda lega bisa njagain anak2 di rumah.
    Tulisannya keren mbak diah (y)

    ReplyDelete

Terima kasih sudah berkunjung :)
Saya akan senang jika teman-teman meninggalkan komentar yang baik dan sopan.
Mohon maaf komentar dengan link hidup akan saya hapus ^^.