Menyikapi Masa Depan Anak, Khawatir Atau Optimis?


Dulu, saya tak pernah membayangkan akan punya banyak anak. Dulu saat saya masih remaja, bahkan saya takut, apakah saya bisa mempunyai anak? Karena dulu saya sering mengalami (maaf) keputihan. Saya selalu takut kalau ada yang enggak beres yang berhubungan dengan organ reproduksi. Tapi alhamdulillah, atas kuasa Allah subhanahu wa ta'ala ternyata saya bisa mempunyai anak, bahkan hingga lima anak! Hehe. 


masa depan anak


Gimana perasaan saya setelah punya lima anak? Apakah senang, sedih, capek, atau khawatir soal masa depan anak-anak kami itu?

Jujur, rasanya memang nano-nano, sih, ya. Kadang senang, merasa sangat bersyukur karena melihat bahwa di luar sana ada orang-orang yang sangat mengharapkan punya keturunan namun belum diizinkan Allah untuk memilikinya. Berbagai usaha telah dilakukan. Mengorbankan waktu, tenaga, biaya, dan pikiran. Alhamdulillah bahwa saya telah dimudahkan-Nya untuk urusan tersebut.

Tapi kadang saya juga merasa capek dan sedih. Merasa bahwa waktu saya banyak tersita untuk membersamai tumbuh kembang anak-anak. Saya jarang sekali melakukan me time - meski sekadar makan mi rebus pedas pakai telur - tanpa gangguan dari anak-anak entah berupa tangisan atau panggilan yang silih berganti. Lalu bepergian keluar rumah sendirian? Ah, tak usah bermimpi! Haha.. *ketawa entah

Namun alhamdulillah ketika merasa capek dan sedih, saya segera ingat poin pertama. Saya juga paham, bahwa jika saya bersyukur, maka Allah anak menambah nikmat-Nya. Sebaliknya jika saya banyak mengeluh atau kufur nikmat, saya takut Allah akan segera menurunkan azab-Nya (QS. Ibrahim: 7). Na'udzubillahi min dzalik.

Lalu soal masa depan kelima anak tersebut, apakah saya khawatir atau optimis?

Baca juga: Punya Anak Banyak Tapi Tanpa ART? Gimana Caranya?

Masa Depan Anak, Hanya Kepada-Mu Kami Bergantung

Yap, ini memang bukan masalah sepele, sih, ya. Beberapa kali di WAG (WhatsApp Group), teman-teman saya membahas mengenai hal ini. Ada yang bilang, biaya pendidikan saat ini sudah sedemikian mahal, apalagi di tahun-tahun yang akan datang, sudah pasti akan terus mengalami kenaikan. Jadi jangan heran kalau sekarang ada orang-orang yang berprinsip childfree (enggak mau punya anak).

Wadawww...

Sedikit menyinggung soal childfree ini, ya. Jadi menurut pendapat-pendapat yang pernah saya baca, memang salah satu alasan mereka yang memilih childfree adalah mengkhawatirkan masa depan anak. Khawatir jika mereka tak bisa memberikan pendidikan terbaik untuk anak-anaknya, khawatir jika mereka tak bisa mendidik anak-anak itu menjadi anak yang baik dan berguna, khawatir malah menjadikan anak bernasib malang, dan sebagainya.

“Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut kemiskinan. Kami-lah yang akan memberi rizki kepada mereka dan juga kepadamu.” (QS Al-Isra’: 31)

Jujur, saya hanya bisa istighfar membaca/menyimak pendapat-pendapat bernada khawatir seperti di atas. Karena menurut apa yang telah saya pahami sejak lama, bahwa anak itu adalah anugerah, anak adalah amanah, anak adalah rezeki, dan semacamnya. Intinya anak bukanlah beban. Dan Allah yang akan menjamin rezeki setiap anak (hamba-Nya).

Apalagi, saya pernah belajar tentang hukum kekeluargaan Islam. Tentang salah satu tujuan pernikahan dalam syariat Islam, bahwasanya tujuan pernikahan adalah untuk berketurunan. Karena dengan mempunyai keturunan, kita akan dapat membina mereka untuk menjadi generasi penerus yang meneruskan cita-cita baik kita, meneruskan tugas sebagai khalifah di muka bumi. 

Beda lagi jika seseorang sudah menikah tapi belum juga dikaruniai anak karena sesuatu hal (tidak menyengaja untuk childfree), itu beda urusan. 

“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, berupa wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak, dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).” (QS Ali ‘Imran: 14)

Anas bin Malik berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk menikah dan melarang keras untuk membujang dan berkata, ‘Nikahilah wanita yang sangat penyayang dan yang mudah beranak banyak karena aku akan berbangga dengan kalian di hadapan para nabi pada hari kiamat.'" (HR Ibnu Hibban. Lihat Al-Irwa’ nomor 1784)

Soal banyak anak, ada yang berpendapat buat apa anak banyak tapi tidak terurus? Buat apa kalau anak-anak itu tidak jadi orang-orang yang hebat? Lebih baik anak sedikit tapi jadi orang hebat. 

Baca juga: Mengapa Memilih Pesantren?

Yah, tiap orang bebas berpendapat, termasuk juga saya. Hehe.

Bagi saya, anak adalah anugerah. Dan jumlah keturunan yang banyak adalah karunia. Insyaa Allah saya tidak khawatir soal masa depan mereka, selama saya dan suami selalu berusaha, berdoa, dan tawakal dalam menjaga mereka dan menjadikan mereka anak-anak yang shalih/ah. Karena kami yakin akan janji Allah seperti pada QS Al-Isra’ ayat 31 yang telah disebut di atas. Bahwa rezeki anak-anak itu telah dijamin oleh-Nya.

Kami akan tetap optimis atas masa depan mereka, dengan selalu berusaha memberikan yang terbaik kepada mereka sesuai kemampuan yang kami punya. Setidaknya, selama ini janji-Nya telah terbukti. Bahwa semakin bertambah anak kami, rezeki kami juga semakin lancar. Kami yakin bahwa Allah yang telah mengatur semuanya. Alhamdulillah.

Jadi, bismillah saja untuk masa depan anak-anak kami. Dengan usaha dan doa, kami optimis mereka dapat mengejar cita-citanya. Semoga anak-anak bahagia, kami orangtuanya pun merasakan hal yang sama. Aamiin.



No comments

Terima kasih sudah berkunjung :)
Saya akan senang jika teman-teman meninggalkan komentar yang baik dan sopan.
Mohon maaf komentar dengan link hidup akan saya hapus ^^.