Kuterima Dirimu dengan Bismillah...



Berbicara mengenai jodoh, berarti berbicara mengenai masa lalu, ya. Maksudnya mengenang tentang masa-masa menunggu jodoh, hehehe... Saat ini, sudah 4,5 tahun saya menikah dengan jodoh saya, yaitu seorang lelaki biasa yang dipilihkan Allah untuk saya. Lelaki biasa yang menjadi tak lagi biasa dalam hidup saya :)

Sebenarnya bingung juga nih mau mulai cerita dari mana. Tapi okelah, saya mulai dari masa kuliah saja, ya. Saya mulai kuliah di usia 22 tahun. Usia yang sudah lumayan tua. Iya, soalnya, selama kurang lebih 3 tahun sebelumnya saya harus bekerja dulu. Baru kesempatan untuk kuliah S1 datang di usia yang sudah tak fresh graduate lagi dari SMEA.

Di masa-masa kuliah itu otomatis saya menjadi mahasiswa yang paling tua sekelas. Seneng juga sih bergabung dengan teman-teman yang kebanyakan masih unyu-unyu :) serasa masih muda juga, hehe... Tapi kadang saya tersadar juga bahwa saya sudah tak muda lagi. Saya mulai memikirkan tentang jodoh. Tentu saja saya takut bila ketuaan menikah. Gimana coba kalau saya menikah di usia 30-an tahun. Hiks....

Apalagi, di akhir-akhir masa kuliah, ketika saya menengok pada teman-teman masa SMEA dulu, banyak di antara mereka yang sudah menikah. Ketika saya melihat teman-teman yang seusia saya di luar teman kuliah, mereka banyak juga yang sudah menikah. Bahkan, teman kuliah saya yang masih unyu-unyu itu ada yang sudah berkali-kali gonta-ganti pacar. Macam gonta-ganti kaos kaki saja :D

Bagaimana dengan saya? Pacar? Duh, apaan tuh? Saya nggak punya pacar (dan nggak mau punya :) ). Didekati seorang ikhwan (diajak ta’aruf)? Belum juga, tuh (hiks..). Naksir sama seseorang? Iya... hehehe.... (tapi sayangnya dia nggak pedekate sama sayah :D ). Trus gimana, dong? Apa usaha saya untuk mendapatkan jodoh? Kalau diem saja masa sih jodoh bisa datang sendiri? Hihihi....

Waktu kuliah, saya memang sempat naksir sama seorang teman kuliah. Tapi ya itu, dia nggak memberikan lampu hijau pada saya :( Ditambah lagi, teman dekat saya bilang, kalau dia sudah dijodohkan oleh ustadznya dengan seseorang. Tapi saya nggak mau percaya dengan omongan teman saya begitu saja. Apalagi saya belum pernah jumpa dengan si perempuan yang katanya dijodohkan dengannya itu. Dan saya, orangnya kadang terlalu optimis. Saya berpikir, apa sih yang tak bisa terjadi kalau Allah sudah berkehendak? Katanya, Kun Fayakun? Kalau Allah menghendaki dia menjadi jodoh saya, ya dia bakal jadi jodoh saya, meskipun dia sudah dijodohkan oleh ustadznya sekalipun! (hasyaahhh... ).

Tetapi laki-laki itu memang sulit ditebak, ya, gimana kedalaman hatinya. Apalagi kalau dia pendiam. Pengeeen banget rasanya saya bisa melihat isi hatinya tanpa saya harus bertanya padanya, apakah dia juga suka sama saya, hahaha.... Soalnya kadang dia juga baiiiik sama saya (selain sering jutek juga). Nah, yang seperti itu tuh hanya kebaikan biasa atau wujud dari rasa sukanya sama saya? Lhah, siapa yang tahu selain Allah dan dia sendiri :( Saya hanya bisa menyimpan rasa suka saya di dalam hati. Sebagai muslimah, saya tak mau mengotori diri saya sendiri dengan tindakan bodoh (padahal hati saya sudah berzina ya barangkali).

Menghadapi kenyataan seperti itu, saya hanya bisa berdoa, semoga dia kelak menjadi jodoh saya. Tetapi saya juga berdoa, apabila dia memang bukan jodoh saya, maka jodohkanlah dia dengan perempuan shalihah, yang tidak saya kenal sebelumnya, agar hati saya tidak terlampau sakit. Jangan jodohkan dia dengan teman-teman dan adik-adik kelas saya yang rese itu (aduh bodohnya saya waktu itu, lah Allah kok saya ajari :) astaghfirullah... ). Iya, saya kadang kesel sama temen-temen perempuan saya, katanya nggak suka sama seseorang yang saya taksir itu, padahal saya tahu sendiri, mereka sering tepe-tepe di depannya, huh! :D 

Masa kuliah sudah hampir selesai, si dia juga belum memberikan tanda-tanda. Masih sama seperti biasa, kadang baik, kadang jutek abis. Saya jadi berpikir, mungkin dia memang bukan jodoh saya. Padahal kan, saya sudah pengin menikah :)

Nah, ceritanya, saya itu rutin ikut kajian pekanan semasa kuliah. Di situ, kadang temen-temen yang sudah siap menikah membuat proposal untuk ta’aruf. Lalu proposal itu disampaikan kepada ustadzah dan nantinya akan saling ditukar dengan proposal seorang ikhwan. Bisa cocok bisa enggak. Lah saya, ketika mau lulus kuliah pernah juga ditawari yang begituan, tapi ternyata saya menyatakan belum siap. Bingung juga saya dengan diri sendiri, sebenernya pengin nikah tapi masih ragu untuk ta’aruf. Hemm....

Pada saat itu juga saya ditawari oleh bapak ibu saya, untuk ta’aruf dengan seorang ikhwan anak salah seorang teman mengaji mereka. Tapi entah kenapa saya kok kurang sreg, karena waktu itu masih sibuk mengerjakan skripsi. 

Setelah skripsi selesai, saya kembali ditawari oleh ustadzah saya untuk ta’aruf dengan salah seorang ikhwan. Ikhwan ini masih saudara dengan teman mengaji saya (meskipun saudara jauh), juga sudah kenal baik dengan salah seorang teman saya yang lain. Katanya dia shalih, hanif, baik. Tapi saya kembali ragu, karena dia sudah tak punya bapak ibu (yatim piatu). Sementara dia masih harus menanggung beban menyekolahkan kedua adiknya. Apalagi pekerjaannya tidak begitu menjanjikan. Saya bingung. Di satu sisi saya takut kalau Allah murka sama saya karena menolak "kedatangan" lelaki shalih, di sisi lain saya takut menjalani hidup dengan beban yang berat secara ekonomi.

Tapi kemudian saya sadar. Saya ini siapa? Apakah saya juga perempuan yang sempurna, sehingga saya menuntut kesempurnaan dari calon pendamping hidup saya? Apakah suami saya harus pandai, kaya, ganteng, sekaligus shalih? Sedangkan dia menyodorkan tujuan menikah yang sudah sesuai syari’at, punya niat yang baik untuk membina rumah tangga dengan saya? 

Akhirnya, dengan bismillah, saya berta’aruf dengan ikhwan itu. Kurang lebih 2 bulan ta’aruf (tanpa pernah berdua-duaan saja), lalu berlanjut dengan khitbah, dan akhirnya menikah. Saya hanya meniatkan itu semua karena Allah. Saya terima khitbahnya karena saya tak ingin dimurkai Allah. Waktu itu saya hanya ingat suatu hadits:

“Apabila seseorang yang kalian ridhai agama dan akhlaknya datang kepada kalian untuk meminang wanita kalian, maka hendaknya kalian menikahkan orang tersebut dengan wanita kalian. Bila kalian tidak melakukannya niscaya akan terjadi fitnah di bumi dan kerusakan yang besar.”
[HR. At-Tirmidzi no. 1084, dihasankan Al-Imam Al-Albani t dalam Al-Irwa’ no. 1868, Ash-Shahihah no. 1022].

Meski hadits itu ditujukan untuk para wali si perempuan, tapi saya juga takut bila saya menolak lamarannya, akan ada fitnah yang lebih besar. Apakah itu saya tak akan bisa menikah (naudzubillahi min dzalik), atau yang lain. Jadi, tak ada rasa cinta di antara kami berdua sebelumnya. Kami hanya melandaskan ikatan suci pernikahan itu demi Allah, demi menjalankan sunnah Rasulullah Muhammad SAW.

Akad nikah telah terucap, mitsaqan ghalidzan (ikatan yang kuat) telah terwujud. Maka kami pun menjaga ikatan itu demi ketaatan kami pada Allah dan Rasul-Nya. Alhamdulillah, Allah memang Maha Bijaksana. Dia menumbuhkan benih-benih rasa cinta di antara kami berdua setelah menikah. Bahkan ibu saya heran ketika baru seminggu berkunjung ke rumah ibu, katanya saya kok sudah bermanja-manjaan dengan suami :)

Itulah rahasia Allah, rahasia tentang jodoh. Semasa masih lajang, kita tak bisa menebak dengan pasti siapa jodoh kita kelak. Dan Allah mempertemukan saya dengan jodoh saya di usia yang belum terlalu tua, 26 tahun. Siapa yang sangka? Allah Maha Tahu yang terbaik untuk kita, dan menganugerahkannya kepada kita di saat yang tepat. 

Tentang lelaki yang pernah saya taksir waktu kuliah, tepat setahun kemudian, ternyata benar, akhirnya dia benar-benar menikah dengan perempuan yang dijodohkan ustadznya. Sebagian doa saya dikabulkan Allah, dia tidak menikah dengan teman-teman yang saya kenal :) 
Saya tidak kecewa dengan keputusan Allah tentang jodoh ini, karena saya yakin, Dia selalu memberikan yang terbaik untuk setiap hamba-Nya.





 http://3.bp.blogspot.com/-pAwj4f_bbF4/UsVihlrzsEI/AAAAAAAAEdg/xawMD9V4NCg/s1600/Mitsaqan+Ghaliza.jpg




8 comments

  1. eceileeeee.. seminggu udah manja2an sama suami >.<
    semoga nanti aku juga nyusul manja2 sama suamiku :))

    ReplyDelete
    Replies
    1. hihihi.... tutup muka dulu ah...
      kalo udah punya suami ya manja-manjaan sama suami dong, masa sama ibu lagi :)
      ayo cepetan nikah, jangan kelamaan #eh apanya coba :D

      Delete
  2. Semoga langgeng ya mbak,,, Seperti lagunya afgan,,, Jodoh pasti Bertemu...

    ReplyDelete
    Replies
    1. aamiin... hihi.. yang mana tuh yaa.. #ketauan gak gaul :D
      btw makasih doanya mbak :)

      Delete
  3. Iyaaaah...aku kenal dengan masa-masa tukar proposal gitu Mak, hehee...suamiku salah satu aktivis, tapi Alhamdulillah diketemukan oleh Allah sama aku. Rasanya indah ya di lingkungan seperti itu.

    ReplyDelete
    Replies
    1. hihihi... ternyata mak Astin kenal juga yak dengan lingkungan seperti itu.. iya mak, indah, semua seperti saudara sendiri pas kita berada di dalamnya :)

      Delete
  4. Alhamdulillah, akhirnya mantap juga ya, Mak. makasih dah ikut GA-kua :-)

    ReplyDelete
    Replies
    1. hihihi... iya Mak, alhamdulillah. Allah memang yang Maha Bijaksana, memilihkan orang yang tepat untuk kita masing-masing.
      makasih juga, Mak, sudah berkunjung :)

      Delete

Terima kasih sudah berkunjung :)
Saya akan senang jika teman-teman meninggalkan komentar yang baik dan sopan.
Mohon maaf komentar dengan link hidup akan saya hapus ^^.