Menjadi Manusia Sederhana nan Bahagia


Bukanlah kekayaan itu lantaran banyak harta, akan tetapi kekayaan itu adalah kekayaan jiwa. (HR. Bukhari-Muslim)

"(Mobil) pikapnya udah dijual ya, Mbak?"
"Iya, udah lumayan lama, kok."
"Lha terus kalau mau kirim-kirim barang atau mau ke mana-mana gitu gimana?"
"Ya rental (mobil) aja. Deket kok. Malah bisa ganti-ganti mobil. Haha.."

Wajah istri teman suami saya itu tampak khawatir ketika bertanya-tanya kepada saya soal kendaraan yang kami punya. Ya, saat ini kami "hanya" punya dua sepeda motor (yang satunya kadang agak rewel mesinnya 😄). Sedangkan keluarga inti kami ada 6 orang, belum lagi ada bapak dan ibu juga yang tinggal bersama kami. Total ada 8 kepala. Kalau mau bepergian bersama-sama gimana, dong?

Trus usaha suami di rumah juga kadang melakukan pengiriman barang ke banyak tempat baik di dalam ataupun luar kota. Kenapa mobil pikapnya dijual?
Hehehe.. dia kok khawatir, sih. Sewa mobil, sudah deh beres urusan. Di sana mobil keluarga ada, mobil pikap juga tersedia. Tinggal pilih. Kalau pas ada duitnya, sih.. Hihi. Saya santai saja, sih.


Pernah juga ada dialog seperti ini antara saya dan suami saya:
"Kamu gak pengen toh pakai cincin, gitu?"
"Gak suka."
"Tak belikan ya, nanti dipakai?"
"Gak usah. Ditabung aja (uangnya)."

Teringat juga, duluuu waktu masih zaman sekolah dan kuliah, saya dan teman-teman suka membicarakan lawan jenis. Hehehe. Diantara rasan-rasan (obrolan di belakang) kami tuh ada yang kadang nyeletuk begini:
"Itu lho, yang tongkrongannya GL Pro.."
"Oh yang itu.. kirain yang pake Satria."
(kids zaman now dijamin enggak paham 😅).

Tenang.. saya pun waktu itu cuma menyimak saja. Soalnya saya benar-benar enggak hafal apa saja sepeda motor si A, B, C, dkk.. Haha.

menjadi-manusia-sederhana


Emm.. apa sih sebenarnya inti dari cerita di atas?
Jadi, saya tuh enggak begitu peduli dengan pernak-pernik harta benda duniawi. Hihi. Selain karena sesungguhnya saya memang bukan orang yang berpunya (kaya), saya tuh selalu kurang tertarik membicarakan berbagai brand terkenal, perhiasan, bicara keuangan, dan semacamnya. Saya enggak pernah merhatiin merek mobil si A apa, tas yang dipakai ibu sosialita B mereknya apa, dan sebagainya. Enggak merhatiin, juga enggak pengen (soalnya tahu kemampuan diri, hihi).

Baca juga: Belajar Bersyukur di Setiap Waktu.

Saya juga malas mengurusi keuangan keluarga (lhah..??). Iya, saat ini keuangan keluarga kami dipegang oleh suami. Saya hanya minta biaya untuk kebutuhan dapur dan biaya sekolah anak-anak, secukupnya. Kebutuhan keuangan lain, suami yang mengurus. Hehe. Saya benar-benar enggak tertarik untuk menyisihkan uang belanja agar bisa membeli ini-itu yang lagi hits seperti yang dimiliki orang lain. Ketika ibu-ibu wali murid ngobrolin tas Elizabeth, saya enggak nyambung dan enggak pengen juga ketika foto-fotonya disodorkan. Emm... saya juga belum tertarik untuk berinvestasi seperti ibu-ibu lain.

Mungkin sikap saya ini dipandang buruk bagi sebagian orang lain, ya. Karena literasi keuangan saya mungkin sangat buruk. Saya juga mungkin dipandang tak punya keinginan atau cita-cita yang tinggi terkait rencana keuangan dalam hidup saya.

Katanya ingin beli laptop, juga ingin naik haji? Gimana mau bisa mewujudkan itu semua kalau enggak mau mengatur keuangan rumah tangga? Emm.. kalau khusus untuk dua keinginan itu, saya berusaha menabung, sih. Meskipun, sampai saat ini belum bisa juga benar-benar istiqamah. Karena saya juga enggak pandai menabung. Huhu.

Dari Abdillah bin Ummar berkata, Rasulullah S.A.W. bersabda, “Sungguh beruntung orang-orang yang masuk Islam, mendapatkan rezeki secukupnya, dan ia merasa cukup dengan apa yang telah Allah berikan kepadanya." (H.R Muslim)

Ya, begitulah. Bagi saya, bahagia itu ketika hati merasa tenang, tidak memikirkan harta duniawi, dan merasa cukup dengan apa yang dipunyai. Saya sudah bahagia dengan cara berpikir saya yang demikian. Saya tidak terbiasa memandang kesuksesan orang lain lalu ingin juga seperti mereka.

Bagi saya, cukup dengan fokus mengerjakan apa yang sedang menjadi bagian pekerjaan saya saat ini. Enggak ngoyo mengejar berbagai peluang demi untuk menumpuk pundi-pundi rupiah. Saya yakin saja bahwa Allah subhanahu wa ta'ala akan terus memberikan rezeki bagi siapa saja yang berusaha dan berdoa. So, insyaa Allah saya enggak khawatir soal rezeki.

Saya ingin menjadi manusia sederhana saja. Yang enggak berlebih harta karena saya enggak pandai mengurusnya. Dan karena saya enggak pandai menabung saat ini, jadi saya lebih suka menabung untuk hari nanti. Saya bahagia jika bisa bersedekah kala ada teman/saudara yang membutuhkan. Itu arti menabung yang sesungguhnya buat saya, yang saya pahami selama ini ☺️

Baca juga: Ikhlas dalam Berbagi, dan Kenikmatan yang Tak Terhingga.

Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih. (QS. Ibrahim: 7).

Bismillah.. saya ingin selalu menjadi manusia sederhana nan bahagia. Inilah bahagia versi saya 😍


 

No comments

Terima kasih sudah berkunjung :)
Saya akan senang jika teman-teman meninggalkan komentar yang baik dan sopan.
Mohon maaf komentar dengan link hidup akan saya hapus ^^.