Buku Bekas, Dulu dan Sekarang


Credit from pexels.com.


Tahukah, temans. Sejak beberapa hari yang lalu saya mengikuti program ODOP (One Day One Post) di grup blogger Indonesian Social Blogpreneur (ISB)? Dan hari ini, rupanya saya sedikit keteteran. Hehehe. Selain karena tadi sedang menulis tema lain, tema ODOP hari ini lumayan bikin saya mikir. Temanya tentang: "Mengapa masih suka beli majalah atau buku bekas? Adakah nilai plus-nya dari barang-barang tersebut? Di manakah biasanya membeli? Jika tidak suka, apa tanggapannya soal majalah dan buku bekas?"
Nah, panjang bener, tuh ðŸ˜‚

Baiklah, daripada mikir rumit, saya mau cerita saja tentang pengalaman saya membeli buku bekas, masa dulu dan sekarang. Apa bedanya? Ya, pasti berbeda 😊. 

Saya mulai suka membeli buku bekas saat sedang kuliah di Surabaya. Sejak semester awal, saya sudah dikasih tahu oleh kakak-kakak kelas di mana bisa membeli buku-buku bahan kuliah yang terjangkau oleh kantong. Ya maklum, namanya anak kuliah, kalau ada tempat beli buku yang murah, tentulah itu menjadi pilihan. Tentu saja biar irit. Enggak masalah bekas, enggak masalah tampilannya mungkin agak kusut, yang penting isinya sama dengan buku yang masih baru. Toh, ilmu di dalamnya enggak akan berbeda, bukan?

Hampir semua kakak kelas satu kata menunjuk Jalan Semarang dan Pasar Blauran Surabaya sebagai tempat yang direkomendasikan. Kedua tempat tersebut tidak begitu jauh jaraknya, yaitu dekat dengan stasiun Pasar Turi. Kata kakak kelas, kalau di Jalan Semarang enggak ada buku yang dimaksud, ya, silakan ke Pasar Blauran. Kalau di Pasar Blauran enggak ada juga, baru nyari tempat lain entah di mana ðŸ˜‚, atau pilihan terakhir adalah di toko buku umum/biasa (yang menjual buku dalam kondisi baru).

Saya bersama teman saya jadi sering jalan-jalan di kedua tempat itu. Banyak buku yang kami cari ada di sana. Toko-toko buku itu menyediakan buku-buku dari berbagai macam ilmu baik untuk anak-anak hingga dewasa. Kebanyakan buku-buku bekas tersebut ditawarkan dengan harga yang murah plus masih bisa ditawar. Hemm, menyenangkan, ya. Dan ternyata, selain buku bekas ada pula buku-buku yang masih dalam kondisi baru. Harganya? Ada yang sama dengan yang di toko buku biasa, ada yang lebih murah. Kok, bisa lebih murah? Hehe. Saya enggak tahu kebenaran pastinya, sih. Jadi enggak perlu dibahas saja, ya ðŸ˜‰.


Salah satu deretan toko buku bekas di Jalan Semarang, Surabaya
(sumber gambar: http://bappeda.jatimprov.go.id).


Biasanya, kami membeli buku yang sudah kami tentukan sejak berangkat dari rumah. Buku-buku bahan kuliah adalah yang menjadi daftar pokok buku yang akan dibeli. Selain buku kuliah, kami jarang mencari/membelinya. Alasannya karena kami malas mencarinya. Dan untuk novel-novel terbaru (yang kadang menggoda iman, hehe..) kami lebih suka membelinya di toko buku biasa.

Kebiasaan membeli buku bekas tersebut berlangsung selama kuliah. Setelah lulus dan bekerja, saya mulai jarang ke kedua tempat tersebut. Alasannya karena tempatnya jauh dari tempat kerja saya, yang otomatis akan memakan waktu yang lama untuk ke sana. Padahal, saat bekerja waktu seolah sangat terbatas. Alhasil saya jadi lebih sering ke toko buku biasa untuk membeli buku-buku yang diinginkan. 

Kebiasaan saat bekerja tersebut berlangsung hingga saya menikah, sampai sekarang. Saya lebih suka membeli buku di toko buku biasa, bukan di toko buku bekas. Apalagi saat ini, ketika saya sudah mempunyai 3 orang anak kecil. Selain saya belum tahu toko buku bekas yang dekat dengan rumah (karena memang belum pernah mencari tahu), saya pengennya enggak membuang waktu lama-lama saat membeli buku. Sehingga toko buku biasa yang menjadi pilihan saya. Dan bisa ditebak, saya juga suka membeli buku-buku baru secara online.

Membeli buku bekas sebenarnya ada nilai plus-nya, diantaranya adalah:
  • Harganya lebih murah.
  • Lebih menghemat pengeluaran. Hal ini bisa juga untuk mengajarkan anak berhemat dalam membeli buku.
  • Kadang bisa menemukan buku lawas yang bagus tapi sudah tergolong "langka".

Sedangkan nilai minus-nya antara lain:
  • Tampilan buku seringkali sudah kusut/jelek.
  • Perlu waktu lumayan lama untuk memilih-milih buku yang dicari.
  • Harus pandai menawar jika ingin mendapat harga terendah.
  • Sulit mendapatkan buku terbaru (ya namanya di toko buku bekas -_- ), yang artinya tidak bisa update buku terbaru.

Membeli buku atau majalah bekas sebenarnya enggak ada jeleknya. Toh, isinya sama saja dengan buku baru. Kita enggak perlu malu untuk membelinya. Bahkan, bagi sebagian orang membeli buku bekas di lapak-lapak kios khusus penjual buku bekas seperti di Jalan Semarang dan Pasar Blauran Surabaya di atas seperti refreshing diri. Kadang kita seperti menemukan harta karun tatkala buku lawas yang selama ini ingin kita baca ternyata ada di tumpukan buku-buku bekas tersebut.

Bagaimana dengan teman-teman? Masih suka belanja buku atau majalah bekas? Sharing, yuk!



No comments

Terima kasih sudah berkunjung :)
Saya akan senang jika teman-teman meninggalkan komentar yang baik dan sopan.
Mohon maaf komentar dengan link hidup akan saya hapus ^^.