Keterbatasan Juga Bisa Membuat Anak Kreatif


http://www.dekamuslim.com/2017/04/keterbatasan-juga-bisa-membuat-anak.html


Keterbatasan Juga Bisa Membuat Anak Kreatif.
Segala sesuatu memang ada hikmahnya. Setiap kejadian atau peristiwa pun demikian adanya. Kondisi kehidupan yang apa adanya juga tak selamanya menciptakan cerita buruk. Begitulah yang pernah terjadi dengan saya, keterbatasan hidup di masa kecil tidak selalu meninggalkan cerita buruk untuk dikenang. 

Masa kecil saya memang berada dalam kondisi hidup yang sangat pas-pasan. Tapi sebagai anak kecil, apakah saya merasa sedih ada di posisi itu? Kalau diingat-ingat, hampir setiap hari saya selalu bermain dengan teman-teman; bepergian rame-rame ke rumah teman sekolah yang lumayan jauh, naik-naik pohon untuk membuat rumah-rumahan di atas dahan-dahannya, bermain di sungai, dan sebagainya. Saya gembira, tertawa bersama teman-teman tanpa memikirkan besok akan memakai sepatu yang sudah jebol sebagian. 

Kadang memang sedih, tapi hanya sesaat. 

Ketika menyetrika baju harus menggunakan setrika arang, saya kadang memilih melipat baju dengan sangat-rapi-sekali lalu menumpuknya dengan rapi pula agar setelah beberapa lama bisa terlihat seperti habis disetrika. Setrika menggunakan arang itu ada beberapa resikonya. Kadang, arangnya tersirat keluar lalu mengenai pakaian. Alhasil baju ada coretan atau noda hitam. Jika musim hujan tiba, arang seringkali susah diajak kompromi, susah sekali dinyalakan. Setrika pun lama sekali menjadi panas, ditambah munculnya banyak asap yang membuat saya kelepekan. Hahaha. 

Ya, saya enjoy saja menikmati berbagai keterbatasan itu. Tapi lihatlah, kreativitas saya bisa muncul dari sana. Enggan menyetrika dengan arang membuat saya mahir melipat baju dengan sangat rapi seperti telah disetrika. Buku-buku tulis yang masih tersisa pada tingkat/kelas sebelumnya, saya gabungkan menjadi satu dengan cara mengelem atau mensteplesnya lalu menjadi “buku baru”. Sepatu jebol sebagian? Dilem, dong. Tas ada yang bolong? Dijahit, dong. Mau tampilan tas lebih bagus? Saya kasih aksesoris seperti gantungan kunci atau ditempeli hiasan bentuk bunga, boneka, atau yang lain. 

Saat SMP, buku pelajaran yang harus dipunya semakin banyak. Saya tak membeli semuanya. Tapi saya dengan senang hati akan mencatatnya di buku tulis. Saat sekolah, aktivitas menulis itu menyenangkan sekali buat saya. Saya bisa menulis dengan beberapa model. Tulisan ramping, gendut, tegak lurus, miring, dan lain-lain. Senang rasanya kalau dalam satu buku tulis, tulisan saya bermacam-macam modelnya. Belum lagi ada halaman yang digambari bunga, ditempeli foto artis idola, tulisan klub bola favorit yang ditulis gede, hingga sisipan lagu-lagu hits yang jadi favorit saat itu. Hahaha. Buku pelajaran yang isinya sangat kreatif :D.

Ya, saat usia sekolah, saya memang tak menciptakan hal-hal kreatif yang terbilang besar atau monumental. Saya belum bisa memuat mading 3 dimensi, membuat sabun mandi alami yang dilombakan, lukisan yang dipamerkan, atau karya-karya kreatif luar biasa yang lain. Saya hanya bisa membuat asbak dari tanah liat, memasak kue bolu dan klepon, membuat replika rumah dari kayu triplek, membuat topeng atau patung binatang dari bubur kertas, dan lain-lain. Itu semua adalah tugas prakarya dari sekolah. 

Saya memang hanya membuat karya-karya seni sederhana itu, tidak luar biasa. Tapi, di sisi lain saya seringkali mampu mengkreasikan kondisi keterbatasan hidup menjadi sesuatu yang tak pantas ditangisi. Dari keterbatasan, saya bisa bertahan dengan berbuat lebih kreatif. 




Mendidik Anak Menjadi Kreatif Bisa Melalui Keterbatasan
Suatu hari adik saya yang mengajar di sebuah SD membawakan materi eksperimen untuk anak-anak saya. Anak-anak senang dengan atraksi "sulapan" lilin yang semula menyala kemudian menjadi mati lantaran ditutup dengan gelas, lalu air di luar gelas masuk menggantikan oksigen di dalam gelas. Setelah itu, dia berjanji akan mengajak anak-anak untuk bereksperimen lagi di lain kesempatan. 

Katanya, besok harus beli lem merek X dulu. Lalu saya bilang, itu di kamar sudah ada lem, tapi lem Z. Oh, harus lem X, katanya. Ha? Harus lem merek X? Iya, katanya lagi. 
Oke, sekolah tempat dia mengajar memang terbilang sekolah mahal. Saya perhatikan saat mereka beberapa kali melakukan eksperimen atau prakarya, bahan-bahan yang digunakan pun levelnya tinggi (cukup mahal). 

Ehm, kalau menurut saya, memberikan batasan pada anak untuk menggunakan alat atau bahan tertentu untuk berkreasi merupakan salah satu penghambat kreativitas itu sendiri. Kalau tak ada bahan/alat X, seharusnya biarkan anak menggunakan bahan Y, Z, dan lain-lain, asal tujuan pembelajarannya tercapai.

Keterbatasan alat/bahan membuat anak akan berpikir dan mencari alternatif lain. Dari sinilah anak terlatih untuk berpikir kreatif, memecahkan masalah, lalu menciptakan sesuatu yang baru. 

Banyak cerita orang yang cacat tapi justru mereka mencipakan karya-karya luar biasa, bukan? Orang tidak punya tangan, dia melukis dengan kakinya. Orang tidak punya kaki, dia bisa mengendarai sepeda motor dengan caranya sendiri. Lihat juga penulis tenar Gola Gong, meski tangannya cacat, dia bisa menghasilkan karya-karya bagus dan menginspirasi banyak orang.

Kadang, keterbatasan kondisi seseorang justru mampu membuatnya berpikir dan bertindak kreatif.

Maka, saya pun berusaha mendidik anak-anak saya berpikir dan bertindak kreatif. Bukan saja membiarkannya bereksplorasi tanpa banyak melarang, tapi juga mencoba melatihnya mencari alternatif lain ketika barang/hal yang dibutuhkannya tidak tersedia. Jadi, bukan membatasi anak lho, ya :). Justru membebaskannya berkreasi dalam keterbatasan. Tidak menuruti semua keinginannya juga bisa membuatnya kreatif. Karena dengan demikian, dia akan memiliki daya cipta dalam keterbatasan: kreatif. Ya, keterbatasan juga bisa membuat anak kreatif.



5 comments

  1. sepakat mba biarkan mereka untuk bisa menggali solusi yang tepat ditengah keterbatasan selain kreatif menurutku bisa buat anak jadi lebih seterong dan hebat :)

    ReplyDelete
  2. salut juga ya mbak kalau orang yg punya keterbatasan itu mempunyai orang tua yg mendukung

    ReplyDelete
  3. Yup, keterbatasan mmg suka 'memaksa' si naluri kreatif muncul. Tapi kalau dibatasi, belum tentu bisa mengundang naluri kreatif muncul.
    Nice share mbk, tararengkiu. :)

    ReplyDelete
  4. aku suka ngajar di tempatku sekarang, aad prinsip mulai dari apa yang ada, saat kiat bingung apa yang akn dikerjakan , lihat sekeliling apa yang ada bisa dimanfaatkan, jadi kalau aku suruh bikin tugas apa, gak boleh deh murind bilang aduh bahannya susah acri deh dr apa ayng ada, begitu juga guru sarana buat ngajar gak ada bisa pakai apa yg ada di sekeliling kita

    ReplyDelete

Terima kasih sudah berkunjung :)
Saya akan senang jika teman-teman meninggalkan komentar yang baik dan sopan.
Mohon maaf komentar dengan link hidup akan saya hapus ^^.