Istri yang Baik, Antara Idealisme dan Kenyataan



credit


Dulu, waktu masih remaja, saya sering membayangkan bagaimana nanti jika saya menjadi seorang istri. Membaca kisah para sahabiyah Nabi, melihat sosok-sosok istri di sekitar saya, juga melihat kiprah mereka di berbagai buku maupun media massa, membuat saya berpikir, apakah nanti saya juga bisa seperti mereka?

Indah sekali jika saya membayangkan bisa menjadi istri yang shalihah seperti istri-istri Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam maupun para sahabiyah Nabi lainnya. Menjadi istri yang pandai, cerdas, kuat, disayang suami, diharapkan oleh orang-orang sekitar, dan disayang oleh Allah subhanahu wa ta’ala. Saya pun kemudian mendambakan bisa menjadi istri yang baik, istri idaman bagi calon suami. Lalu, seperti apakah istri idaman menurut saya? 

Menurut saya, karena saya seorang muslim, menjadi istri yang baik itu berarti menjadi istri shalihah. Itu mutlak adanya. Dan untuk menjadi istri yang shalihah, saya harus cantik. 

Hah? Cantik? Padahal, kan, saya nggak cantik? :) 

Mungkin secara fisik saya memang enggak cantik, tetapi saya harus berusaha mempercantik jiwa saya. Ya, saya harus punya inner beauty! Menurut saya, itu yang terpenting. Selanjutnya, bagaimana membentuk inner beauty bagi seorang istri itu? Untuk menjadi istri yang baik, banyak sekali syarat “cantik” yang harus dipenuhi, yang intinya adalah sebagai berikut: 
  1. Cantik di mata Allah subhanahu wa ta’ala. Menjadi istri yang shalihah harus terlebih dahulu menjadi makhluk-Nya yang taat dan patuh pada syari’at Islam. Bila seorang istri tahu rambu-rambu untuk menjadi shalihah dan mengamalkannya, maka dia telah cantik di hadapan-Nya. 
  2. Cantik di mata suami. Seorang istri yang shalihah harus bisa menyenangkan pandangan mata suaminya. Sehingga baik fisik, tutur kata, maupun perilakunya harus cantik. Maka dia harus berpenampilan menyenangkan, bersikap manis, siap melayani suami, menjaga kesehatan, juga menjaga harta suaminya. 
  3. Cantik di mata anak-anak. Istri shalihah secara otomatis harus bisa menjadi “cantik” di mata anak-anaknya. Dia harus sayang kepada anak-anaknya, bisa mendidik mereka dengan baik, selalu memantau perkembangan maupun kesehatannya. Dia juga tak pernah jauh secara psikis dari anak-anaknya. Sehingga dia bisa menjadi teladan bagi mereka sekaligus tempat berbagi keluh kesah yang nyaman bagi mereka. 
  4. Cantik di mata keluarga. Seorang istri tak bisa terpisah dari keluarga besarnya. Meski mungkin tempat tinggalnya berjauhan dengan keluarga besar, namun pada saat-saat tertentu dia akan berbaur dengan mereka. Atau meski jarang bertemu, namun komunikasi dengan mereka harus selalu dijaga. Maka istri yang shalihah harus bisa menjadi “cantik” di hadapan keluarga besar. Dia harus bisa menjaga fisik selalu “cantik” di hadapan mereka, menyayangi mereka, menjaga aib mereka, dan mempunyai empati yang besar terhadap mereka. 
  5. Cantik di mata lingkungan. Lingkungan juga tak boleh diabaikan oleh seorang istri yang shalihah. Untuk menjaga kehormatan dirinya sendiri dan keluarganya, dia juga harus bisa tampil “cantik” di dalam lingkungan sekitarnya. Maka dia harus bisa menjaga fisik agar selalu cantik, ramah, besar simpati dan empatinya, dan menjaga tingkah laku serta tutur katanya dengan baik. Selain itu dia harus berusaha untuk ikut aktif dalam kegiatan-kegiatan di lingkungannya. 

Itulah beberapa kriteria ideal yang saya anggap bisa menjadikan seorang istri bisa disebut sebagai istri yang shalihah. Inner beauty yang dilandasi dengan syari’at Islam tentu akan membentuk seorang istri menjadi istri yang shalihah. Dan saya yakin, jika inner beauty telah kita miliki, maka kecantikan fisik akan terpancar dari diri kita. 

Karena seperti yang telah saya singgung di atas, menjadi istri shalihah juga dituntut untuk tampil cantik secara fisik di hadapan suami. Hal ini secara otomatis akan membuat seorang istri berusaha memperbaiki penampilannya, terutama di hadapan suaminya. Meski fisik aslinya mungkin kurang cantik, bila dirawat dengan sungguh-sungguh pasti akan tampak lebih menyenangkan dalam pandangan mata. 

Pertanyaannya, setelah kini saya menjadi seorang istri selama 5 tahun lebih, sudah bisakah saya menjadi istri shalihah? Dengan yakin saja menjawab: BELUM. 

Pada kenyataannya, banyak sekali masalah yang harus saya hadapi, yang menjadikan kriteria ideal itu jauh dari jangkauan. Bagi saya pribadi, menjadi istri dengan predikat shalihah itu berat sekali. Kita harus memiliki bekal ilmu yang banyak. Kita juga harus terus belajar, baik dari sejarah yang tertuang dalam kitab suci (dalam hal ini Al-Qur’an) dan buku-buku, dari lingkungan, maupun dari pengalaman (pribadi dan orang lain). Sedangkan saya, masih minim sekali ilmu yang saya miliki, pengalaman pun belum ada apa-apanya. 

Saya hanya bisa berusaha untuk selalu memperbaiki diri, agar bisa menjadi istri yang baik bagi suami, istri yang shalihah, dan ibu yang baik bagi anak-anak saya.






11 comments

  1. aku udah cantik blom ya hehe :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Dari pp-nya kayaknya cantik deh mak Namora ini, hihihi... dan udah mampir ke sini berarti cantik hatinya :D *halah

      Delete
  2. Sukses ya mak GA nya, dan sepertinya saya masih jauh dari keriteria cantik2 diataas hiiikssss,,, (masih berusaha nih mak)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Makasih, Mak Tinanic..
      sama dong Mak, saya juga masih jauh dari ideal.. mari berusaha bersama-sama..
      *serius ini :)

      Delete
  3. jd inget cerybelle
    "kamu cantik
    cantik
    daaari hatimuuuu..uuuu..."
    Sukses GA nya ya mak

    ReplyDelete
    Replies
    1. hihihi.. saya gak nyontek mereka kok, Mak :D
      makasih yaa, sukses juga buat mak Inda :)

      Delete
  4. Cantik dari hati... lebih bermanfaat dari cantik luarnya saja...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Yap, lebih utama dan awet kalo cantiknya dari hati ya, Mas Adi :)

      Delete
  5. Menjadi istri yang baik (termasuk menjadi suami yang baik) tentu bukan sebuah final, tapi poses yang terus-menerus yang harus dibangun antara suami dan istri. Proses itulah yang indah. Dan, semakin indah karena proses itu menjadikan setiap hari semakin baik dan baik. Karena ada usaha di dalamnya. Karena ada doa kepada-Nya. Terus-menerus.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Wah, terima kasih sekali masukannya, Pak Akhmad. Iya benar sekali, proses yang terus-menerus sampai akhir hayat, karena kita juga pasti mengalami naik-turun iman :)

      Delete
  6. Terima kasih ya sudah ikutan GA kami, Mbak. Harap bersabar menunggu pengumuman :)

    ReplyDelete

Terima kasih sudah berkunjung :)
Saya akan senang jika teman-teman meninggalkan komentar yang baik dan sopan.
Mohon maaf komentar dengan link hidup akan saya hapus ^^.