SENYAMAN INDONESIA



credit


Lantunan kalimat hamdalah terucap ketika saya terlahir, di sebuah desa nun jauh di pelosok Indonesia. Lalu beberapa bulan kemudian, saya terdaftar sebagai warga negara Indonesia.

Saya hidup damai di tanah kelahiran saya, menjalani masa kecil hingga remaja dengan penuh suka cita, meski duka tak bisa dinafikan kadangkala juga mewarnainya. Saya bukan orang yang berkecukupan secara materi, tapi saya bersyukur bisa hidup dengan damai di Indonesia.

Seperti lagunya Koes Plus, “Bukan lautan, hanya kolam susu”: sungai bisa jadi sumber penghidupan kami. “Tongkat, kayu, dan batu jadi tanaman”: singkong dan umbi-umbian lainnya bisa menghidupi kami. Ya, tanah kita memang tanah surga. Seperti itulah dulu ketika saya tinggal di sebuah desa di pelosok Indonesia, saya hidup dalam kesederhanaan yang membahagiakan: pangan yang tercukupi. Dan sekarang ketika saya tinggal di daerah yang lebih maju, kebutuhan akan pangan kian mudah terpenuhi. 

Meski pernah mengalami penggusuran rumah akibat pembangunan aliran sungai, namun saya tak pernah sedih merasainya. Senyatanya, berpindah-pindah rumah tidaklah selalu menimbulkan kesedihan. Indonesia itu kaya dan berwarna, maka di manapun saya tinggal, saya selalu menemukan hal-hal indah di setiap tempat di negeri ini. 

Indonesia mempunyai orang-orang yang kreatif. Melalui tangan-tangan mereka, saya bisa menikmati beragam hasil karya busana untuk memenuhi kebutuhan saya akan sandang. Baik itu sebagai kebutuhan primer ataupun untuk estetika. 

Sejak lahir saya beragama Islam, dan sejak SMP saya mengenakan kerudung. Saya merasa nyaman dengan status saya sebagai muslimah di Indonesia sejak dulu hingga sekarang. Meski pernah terusik dalam hal-hal kecil terkait dengannya, namun bagi saya, saat ini muslimah telah merdeka di Indonesia. 

Di mana pun saya tinggal, di mana pun saya bepergian di negeri ini, saya menjumpai orang-orang yang hangat bertutur kata. Meski beragam logat saya temui, namun mereka tetap orang Indonesia, yang mempunyai sopan-santun dalam berbicara. Etika dan kultur yang telah terbentuk dari para pendahulu, telah ikut mewarnai etika dan kultur masyarakat Indonesia saat ini. 

Ketika saya tinggal di Solo, saya menemukan beragam budaya dari kota yang berjuluk “kota seni dan budaya” ini. Wayang, batik, berbagai kuliner khas Solo, dan masih banyak lagi. Lalu ketika tinggal di Surabaya dan Sidoarjo, saya menemukan budaya yang tak kalah berwarnanya di kota Pahlawan dan kota Udang ini. Begitu juga ketika saya berwisata ke daerah-daerah lain di Indonesia, masing-masing daerah mempunyai budaya dan kekhasan tersendiri yang memperkaya khasanah budaya di Indonesia. 

Sejak kecil hingga dewasa, saya menikmati pendidikan di Indonesia. Meski berbagai kebijakan pemerintah atas pendidikan seringkali berubah, namun saya tetap nyaman menikmati pendidikan di negeri ini. Masih banyak guru yang berkualitas, masih banyak sekolah yang bermutu, masih ada beasiswa bagi peserta didik tertentu, dan masih banyak lagi yang patut disyukuri dari berbagai masalah yang kadang muncul dalam dunia pendidikan di negeri ini.

Sebagai penduduk Indonesia, senyatanya saya masih mudah menemukan pekerjaan meski kadang tak sesuai impian. Hanya kemauan, ikhtiar dan doa yang dibutuhkan untuk mendapatkan pekerjaan yang diinginkan. Banyaknya penggangguran sebagai salah satu masalah sosial di Indonesia, diperlukan usaha pemerintah dan masing-masing subyek pencari kerja itu sendiri untuk mengatasinya dan mendapatkan pekerjaan yang layak bagi mereka. 

Seperti juga keadaan ekonomi di Indonesia yang saat ini kurang baik, hanya kita lah sebagai warga negara yang harus pandai-pandai mengatur keuangan kalau kita ingin hidup nyaman di negeri ini. Begitu pula masalah keamanan, selain dari pihak pemerintah yang memberikan keamanan melalui aparat kepolisian dan lain-lain, kita sebagai warga negara juga harus berupaya sendiri untuk mendukung terciptanya keamanan di lingkungan kita. 

Saya hanyalah titik hitam diantara lukisan besar Indonesia, saya hanyalah satu dari 253 juta jiwa penduduk Indonesia. Tapi saya ingin memberi arti untuk Indonesia, meski hanya setitik. Setelah sekian banyak kenikmatan yang saya peroleh dari Tuhan di negeri Indonesia tercinta ini, maka saya juga ingin bermanfaat untuk Indonesia. Meski, hanya dengan cara mendidik anak-anak saya sebaik mungkin, untuk generasi penerus Indonesia yang berkualitas. 

Saya telah hidup lebih dari seperempat abad, dan dalam waktu itu pula saya telah menjadi warganegara Indonesia. Saya merasa nyaman dan cukup dengan segala kebutuhan pangan, sandang, papan, dan berbagai aspek Ipoleksosbudhankam di negeri ini. Saya bersyukur bisa hidup di negeri senyaman Indonesia. Maka, dengan tulus dan penuh syukur saya katakan: saya cinta Indonesia!



Artikel ini diikutsertakan pada Kontes Unggulan: 
Aku dan Indonesia



8 comments

  1. Terima kasih atas partisipasi sahabat dalam Kontes Unggulan :Aku Dan Indonesia di BlogCamp
    Dicatat sebagai peserta
    Salam hangat dari Surabaya

    ReplyDelete
    Replies
    1. Terima kasih atas kunjungannya, Pakde.
      Salam kembali dari Sidoarjo :)

      Delete
  2. Kadangkala banyaknya kemudahan dan anugrah berlimpah membuat orang lupa tuk mensyukuri nya dengan cara merawat dan menjaga karunia tersebut ya mbak :(

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya, Mbak Indah. Kebanyakan manusia emang seperti itu. Saya juga belum bisa sepenuhnya menjaga dan merawat anugerah tersebut :)

      Delete
  3. Salam kenal

    Jangan lupa kunjungan balik



    http://www.tian.web.id/2014/07/aku-dan-negri-sepenggal-surga.html

    ReplyDelete
    Replies
    1. Salam kenal kembali.. terima kasih atas kunjungannya :)
      insya Allah, ya :)

      Delete
  4. Saya juga cinta Indonesia, bisa kangen ya kalo pisah lama-lama :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. hehe... iya dong, Mak. Kangen itu munculnya emang ketika kita udah berpisah :)
      makasih kunjungannya, ya, Mak :)

      Delete

Terima kasih sudah berkunjung :)
Saya akan senang jika teman-teman meninggalkan komentar yang baik dan sopan.
Mohon maaf komentar dengan link hidup akan saya hapus ^^.