Ramadhan Saat Masa Kecil: Semaraknya Masjid


Jika mengenang Ramadhan saat masa kecil, mungkin saya harus berusaha keras membuka kenangan. Dan kenangan itu, seumpama tulisan-tulisan yang telah sangat buram. Sulit dibaca. Sulit diingat. Hanya sebagian yang terbaca. Dan sebagian itu, adalah tentang semaraknya masjid.


Sumber gambar: pixabay.com

Saat saya masih kecil, kami sekeluarga tinggal di sebuah desa di pelosok Solo, Jawa Tengah. Desa yang jauh dari alat transportasi umum, jauh dari sekolah menengah, jauh dari fasilitas-fasilitas umum yang hanya ada di kota. Tapi alhamdulillah di tahun 1980-an itu listrik telah masuk di desa kami. Meski desa tidak terang-benderang layaknya di kota, tapi penerangan di malam hari setidaknya lebih baik daripada hanya memakai lampu thinthir*, misalnya.

Dengan adanya listrik yang belum lama hadir itu, malam-malam di desa kami jadi lebih terang dan menyenangkan. Kalau sebelumnya kami malas keluar rumah di malam hari, saat itu enggak lagi. 

Apalagi di bulan Ramadhan. Kami senang karena waktu berbuka hingga sahur jadi lebih menyenangkan. Masjid jadi lebih terang sehingga aktivitas ibadah di baitullah itu lebih semarak. Kami berbondong-bondong ke masjid untuk melaksanakan shalat tarawih, dilanjutkan dengan mengaji.

Yang saya ingat, saat itu setiap malam selepas buka puasa saya berangkat shalat tarawih di masjid bersama kedua kakak (laki-laki dan perempuan). Kami berjalan bersama-sama dengan riangnya ke masjid. Kemudian saya selalu shalat di sebelah kakak perempuan (rahimakumullah). Kadang saya terkantuk-kantuk tapi tetap dipaksakan ikut shalat. Namun kalau sudah tak kuat menahan kantuk atau kecapekan, akhirnya saya duduk dulu. Hehe.

Atau, kalau sedang ngantuk berat, saya diam-diam makan permen sambil shalat! *psssttt... Hihihihi.

Baca juga: Kado Terindah, Kado Kenangan dari Kakak Tercinta.


Sumber gambar: pixabay.com

Shalat tarawih sudah ngantuk, apalagi menyimak khotbah sesudah tarawih. Wah, saya sering sambil tiduran, dong. Hahaha. Oh ya, seingat saya, biasanya seusai khotbah begini, ada cemilan yang disajikan. Kami menyebutnya "jaburan". Jaburan ini disajikan hingga acara mengaji setelah khotbah. Nah, kalau jaburannya saya sukai, biasanya enggak jadi ngantuk. Soalnya mengaji sambil nyemil. Haha.

Begitulah aktivitas di masjid kami kala itu, ketika bulan Ramadhan hadir. Terasa semarak bagi saya. Kalau siangnya, saya rasakan biasa saja. Oh ya, saya juga pernah, lho, beberapa kali ngumpet di kamar untuk kemudian minum atau makan apalah yang ada. Hihihi.. *tutup muka*

Baca juga: Cara Mudah Memahamkan Anak tentang Zakat, Infaq, dan Shadaqah.

Mengenang Ramadhan saat masa kecil bikin saya senyum-senyum sendiri. Anak kecil tingkah lakunya hampir sama juga, ya. Nyuri-nyuri makan/minum saat puasa, ngantuk-ngantuk saat shalat tarawih, suka ngemil sambil mengaji, dan lain-lain. Bagaimana dengan Ramadhan teman-teman saat masa kecil dulu? Share, dong 😁.


*thinthir: alat penerangan semacam lampu teplok, dengan bahan bakar minyak tanah yang diwadahi botol kaca, lalu diberi sumbu di tutupnya. Api dinyalakan pada sumbunya.



No comments

Terima kasih sudah berkunjung :)
Saya akan senang jika teman-teman meninggalkan komentar yang baik dan sopan.
Mohon maaf komentar dengan link hidup akan saya hapus ^^.