A Self Reflection: Move On dari Placenta Previa






Saat itu saya sedang sedih. Pasalnya, pada waktu saya melakukan tes USG (ultrasonography) pada usia kehamilan menginjak 7 bulan, dokter kandungan yang memeriksa mengatakan kalau kemungkinan saya akan melahirkan dengan jalan operasi caesar (SC). Sebabnya, kondisi kandungan saya kurang bagus, yaitu sebagian ari-ari menutupi jalan lahir.


Sebenarnya kondisi yang sama sudah pernah saya alami pada waktu kehamilan putra pertama. Namun pada kehamilan pertama dulu saya sama sekali tidak tahu kalau kondisinya seperti itu. Sebelumnya dokter kandungan tidak menerangkan kondisi kandungan saya (atau saya yang kurang perhatian). Hingga akhirnya saya pun harus menjalani persalinan dengan jalan SC. Tapi pada kehamilan kedua ini, dokter mengatakan hal yang demikian, dan ingatan saya langsung tertuju pada kenangan operasi caesar beberapa tahun sebelumnya. 

Saya begitu trauma dengan SC saat persalinan anak pertama dulu. Dan saya tak mau mengalaminya lagi. Maka sepulang dari tes USG itu saya segera googling tentang kondisi kehamilan saya, yang dalam istilah kedokteran disebut dengan placenta previa. Saya ingin tahu seberapa burukkah kondisi kandungan saya, bagaimanakah bahayanya placenta previa? Saya ingin berusaha menghindari SC. Saya ingin tahu bagaimana caranya. 

Tetapi apa yang kemudian terjadi? Saya malah semakin down setelah membaca beberapa tulisan di internet. Tulisan-tulisan itu justru begitu menghantui saya. Karena hampir semuanya menuliskan bahwa dengan kondisi placenta previa seperti yang saya alami, maka kemungkinan besar harus operasi caesar. Saya semakin sedih tak terkira. Semalaman menangis. 

Setelah puas menangis, mengadu dan berdoa kepada Allah subhanahu wa ta’ala, saya ingin move on. Saya ingin menghibur diri dan berpositif thinking. Maka, di malam yang sunyi, saya pun menuliskan sebuah postingan di blog tentang kondisi kehamilan saya itu. Dan kemudian lahirlah postingan yang berjudul: "PLACENTA PREVIA: Saya Masih Punya Harapan...."


credit


Sayangnya, dalam kondisi hati dan pikiran yang kurang bagus, saya tak mau berepot-repot menulis. Begitu singkat waktu yang saya butuhkan untuk memposting tulisan itu. Karena, saya hanya mengambil tulisan yang ada di web lain, lalu saya salin rekat (copy paste) di blog dengan mengedit beberapa tulisan agar lebih enak dibaca. Lalu saya cantumkan sumbernya. Karena tujuan saya memposting tentang placenta previa itu adalah: untuk dokumentasi bahwa saya pernah mengalami hal itu, di samping itu untuk berbagi kisah dan ilmu kepada pembaca yang mungkin singgah di blog saya. 

Sebagai blogger yang belum berpengalaman, saya belum tahu juga bagaimana “hukumnya” atas apa yang telah saya lakukan itu. Tapi saya pikir, toh, saya telah mencantumkan sumber tulisan meski copas. Tapi sebenarnya saya pun tahu, bahwa sebaiknya saya menulis ulang dengan bahasa sendiri. Namun sekali lagi, pada waktu itu kondisi saya kurang memungkinkan. Saya hanya ingin menghibur diri, mengusir kesedihan, berusaha move on dengan positive thinking pada segala ketetapan Allah subhanahu wa ta’ala.

Pada akhirnya, meski dibumbui dengan aksi copas, postingan saya itu menjadi sangat berkesan bagi saya pribadi, terutama di tahun 2014. Postingan itu menjadi dokumentasi atas kisah saya ketika sedang sedih tiada tara *oke, kalimat-kalimat dalam postingan ini mungkin memang lebay :)))*. 
Lalu setelah menulis itu, saya menjadi lega dan bangkit dari kesedihan, dan berusaha melakukan yang terbaik untuk menghindari SC. Dan, alhamdulillah berakhir indah :).


.
“Postingan ini diikutsertakan dalam lomba tengok-tengok blog sendiri berhadiah, yang diselenggarakan oleh blog The Ordinary Trainer”



8 comments

  1. Alhamdulillah ya mak, jika berakhir dgn indah. Setiap pengalaman yang menyedihkan, menggembirakan atau menggetarkan kita, akan ada kenangannya ya mak jika kita tuliskan di dlm blog.

    ReplyDelete
    Replies
    1. iyaa Mak Santi.. akhirnya saya bisa lahiran normal. alhamdulillah....
      betul banget, blog bisa menjadi tempat curhat sekaligus dokumentasi :)

      Delete
  2. Memang, sebuah tulisan akan sangat berkesan di kemudian hari apabila tulisan tersebut ditulis di saat-saat yang mengesankan--sedih, misalnya.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Betul sekali itu, mas Lutfi.. tulisan berkesan bisa jadi yang ditulis pada saat-saat penuh kesan :)

      Delete
  3. Saya datang dan sudah membaca “Self Reflection” di blog ini
    Terima kasih telah berkenan untuk ikut lomba saya ya
    Semoga sukses

    Salam saya
    #32

    ReplyDelete
    Replies
    1. Terima kasih kembali Om Trainer :)
      sukses juga untuk gelaran GA-nya :)

      Delete
  4. Kejadiannya hampir sama deh mak..cuman aku akhirnya secio ..hikks

    ReplyDelete
    Replies
    1. Oh ya, Mak? moga lain kali bisa normal yaa.. *kalo masih pengen, sih :)

      Delete

Terima kasih sudah berkunjung :)
Saya akan senang jika teman-teman meninggalkan komentar yang baik dan sopan.
Mohon maaf komentar dengan link hidup akan saya hapus ^^.