Perempuan yang Sering Mengusik Alam Pikirku



Beberapa waktu terakhir ini pikiran saya seringkali terusik oleh bayangan sesosok perempuan. Aktivitas-aktivitas dalam keseharian saya seringkali dibayangi oleh sosoknya. Tidak terlalu sering, sih, tetapi entah mengapa, tak jarang pikiran saya tertuju padanya di sela-sela aktivitas keseharian saya sebagai ibu rumah tangga.

Saya lumayan sering ke rumahnya, dan saya pun telah beberapa kali menginap di sana. Ini membuat saya tahu sendiri bagaimana kesehariannya. Bagaimana rutinitasnya dalam mengurus rumah tangga, juga menggeluti pekerjaannya sebagai seorang pedagang makanan di pasar. Seberapa sedikitnya waktu istirahat yang dipunya, disamping harus meladeni kebutuhan-kebutuhan anggota keluarganya. Sejak anak-anaknya masih kecil-kecil, hingga kini sudah ada yang telah mapan bekerja.



Credit: pexels.com.


Lalu ketika saya menjalani aktivitas keseharian sebagai ibu rumah tangga...

Ketika saya sudah hampir setahun terakhir ini mencuci pakaian secara manual karena mesin cuci sedang rusak, saya teringat padanya. Memang saat ini urusan mencuci bagi beliau sudah bisa sedikit lebih ringan karena sudah punya mesin cuci, tapi bagaimana bertahun-tahun lalu? Beliau dengan empat orang anak, setiap hari mencuci pakaian anak-anaknya plus pakaiannya sendiri dan suami serta ibunya yang sudah sepuh. Selama bertahun-tahun. Seperti itu. Setiap hari full satu ember besar cucian pakaian. Lalu apakah saya pantas mengeluh? Beliau kuat, maka saya juga harus bisa kuat.

Ketika setiap kali hasil menulis saya di blog ini selalu hanya numpang lewat di ATM karena ada saja kebutuhan-kebutuhan harian yang perlu "uluran tangan" saya, saya malu jika harus kecewa, enggak ikhlas. Saya bisa melihat betapa beliau selalu bekerja keras untuk keluarganya. Tak peduli seberapa besar hasil kerja suaminya. Enggak peduli semua hasil kerjanya hanya untuk keluarganya, bukan untuk kesenangan pribadinya. Dan saya tak pernah mendengar keluh kesahnya.

Ketika saya malas-malasan bangun di dini hari untuk shalat malam, saya teringat padanya. Betapa setiap pukul dua malam beliau harus bangun untuk menyiapkan barang-barang dagangan sekaligus menunaikan shalat malam, setelah sebelumnya baru mulai tidur pukul sebelas-dua belas malam. Masya Allah.

Ketika saya sedang santai-santai, bermain bersama anak-anak atau bahkan tidur-tiduran di siang bolong, pikiran saya kadang terusik, kapan saya bisa sepertinya? Yang bisa mengisi hari-hari dengan kesibukan berbisnis, berdagang? Bisa membantu keuangan keluarga, membantu suami dalam hal ekonomi? Menyekolahkan anak-anak hingga kelak berhasil mandiri? Ya, Allah... maluuu rasanya diri ini jika mengaca pada beliau. 

Pernah beliau memuji saya di hadapan anak-anaknya. Katanya, saya pinter karena bisa menghasilkan uang dari menulis. Duh... padahal itu hanya berasal dari kata-kata suami saya yang ingin menutupi kelemahan istrinya, ingin membanggakan istrinya meski sesungguhnya istrinya ini tak mampu mencari penghasilan lain selain dari merangkai kata. Dengan hasil yang tak menentu ðŸ˜”.

Duh... saya sering malu di tengah kesepian pikiran. Malu pada beliau. Beliau  perempuan yang sederhana tetapi sangat menginspirasi saya. Menginspirasi untuk selalu bersyukur, bekerja keras, pantang menyerah, ikhlas, dan sifat-sifat baik lainnya.

Ya, dialah tante saya. Lebih tepatnya adik dari almarhumah ibu mertua saya. Seorang ibu dengan empat orang anak, yang setiap hari berjualan di pasar dengan barang dagangan berupa jajan pasar dan beragam sayur matang. Barang dagangannya berubah-ubah, tetapi beliau tekun mengerjakannya sejak dulu, sejak anak-anaknya masih kecil-kecil. Hingga kini kedua anaknya telah mapan bekerja, beliau sudah menetapkan dagangan utamanya adalah grontol; yaitu jagung yang direbus dan diberi parutan kelapa, dan beberapa jenis sayur matang. Beliau sudah memiliki langganan tetap atas barang-barang dagangannya tersebut.

Kerja kerasnya membuat saya geleng-geleng kepala. Sedari siang suaminya membantu memasak puluhan kilo jagung, dan beliau sendiri menyiapkan sayur-sayur yang akan dimasak hingga sore hari. Lalu malam harinya, suami istri itu membungkus jagung-jagung itu ke dalam ratusan plastik kecil-kecil. Kemudian pada dini harinya, mereka melengkapinya dengan parutan kelapa. Setelah shubuh, tante akan berangkat ke pasar. Sedangkan suaminya membantu menyetorkan sebagian grontol-grontol itu kepada para pelanggan. Tante akan pulang dari pasar saat hari sudah mulai siang. Begitulah rutinitas setiap harinya.

Ya, tante saya, perempuan yang sering mengusik alam pikirku. Menginspirasi saya dari kehidupannya yang sederhana.






No comments

Terima kasih sudah berkunjung :)
Saya akan senang jika teman-teman meninggalkan komentar yang baik dan sopan.
Mohon maaf komentar dengan link hidup akan saya hapus ^^.