[Cerpen] Rate Card



Dipandanginya template blog terbarunya dengan muka berseri-seri. Ini template blog yang paling ia suka dibanding beberapa yang pernah ia pakai selama ini. Simpel tapi manis. Dengan warna dominan putih bersih dipadu kuning gold dan hitam. Apalagi headernya, sangat mewakilinya. Ada gambar tumpukan buku dan seekor kucing manis yang sedang bermain bola kecil. Ia suka baca buku, dan gambar kucing itu mewakili si Kitten, kucing abu-abu kesayangannya.

Ya, gimana enggak, ia sudah cerewet sekali saat memesannya pada Dan, temannya. Ah, lebih tepatnya teman dekat, teman spesial, dan yang menjadi harapannya untuk hidupnya ke depan. Dengan template blog terbarunya ini, ia akan semakin dekat dengan Dan. Melihat blognya seakan melihat Dan. Dan yang rapi tapi kreatif, nyeni, disiplin, dan tentu saja cakep. Ia bahkan sudah membayangkan anak-anak yang menuruni sifat Dan suatu hari nanti. Ah, dia tahu dia sudah terlalu jauh berimajinasi.


Credit from: pixabay.com.


Hai, ada email masuk!
Seketika lamunannya buyar. Mood-nya pun semakin membaik saat membaca judul email itu: Penawaran Kerjasama! Ini memang salah satu harapannya setelah ganti template blog, yaitu mendapatkan peluang kerjasama yang lebih sering dengan brand-brand yang ingin mempromosikan produknya. Dengan tampilan template yang oke punya, ditambah konten-konten yang menarik, dia berharap banyak brand atau klien yang melirik blognya.

"... . Untuk review tersebut, kami menawarkan fee sebesar IDR 500K.
Oke, Mbak. Itu penawaran dari kami. Kami harap Mbak bersedia untuk penawaran ini."

Wow! Dia berpikir sejenak. Ini penawaran pertama dari agency yang bernama Hamzah. Brand yang akan direview pun baru kali ini akan ia review di blognya. "Lumayan juga, nih, fee-nya. Untuk brand yang belum terlalu besar, mereka berani juga ngasih fee segitu. Tapi bukan Lia, dong, kalau enggak nawar. Coba tawar 1.000K, ah!"  begitu gumamnya

Setelah tawar-menawar harga, akhirnya mereka deal dengan fee IDR 600K. Ada rasa puas di hatinya. Setidaknya ia berhasil menaikkan tarif. 

Sebenarnya ia ingat pesan Dan. Kalau menurut Dan, sih, jangan terlalu tinggi kalau menawar. Apalagi jika klien sudah memberikan harga pantas. Jangan sampai menyesal kalau klien lari gara-gara dinego terlalu tinggi. Tapi baginya menawar tinggi itu wajib! Meskipun ia sadar bahwa performa blognya belum begitu bagus. Tapi, toh, sebenarnya ia enggak butuh-butuh amat dengan uangnya. Kalau butuh uang, kan, bisa minta orang tuanya yang pengusaha sukses.

***

"Lia, kok kamu gitu, sih."
"Eh? Ada apa, Kak? Gitu gimana?"
"Nih."

Dan mengirim beberapa screenshot email dari Hamzah lewat chat WhatsApp (WA). Mulai dari penawaran kerjasama dengannya, hingga laporan terakhir dari kerjasama itu. Dia sempat bingung, siapa sebenarnya Hamzah? Kok, Dan bisa tahu semuanya?

"Emm... Lia salah, ya, Kak?"
"Menurutmu?"
"Ya, Lia kan selalu bilang, tawar-menawar harga dalam sebuah kerjasama itu kan wajar. Kalau akhirnya sudah deal, ya, berarti kedua pihak sudah sama-sama rela, ikhlas."
"Itu cuma satu hal. Dan Hamzah bilang kamu matre."
"Hah?"

Mungkin beda tipis antara matre, jual mahal, menjaga "harga diri", atau menjaga "harga blog". Begitu pikirnya. Tapi dia tak ingin berdebat dengan Dan, seseorang yang entah mengapa menjadi sangat dihormatinya. Mempertahankan argumen pun kadang enggan ia lakukan.



Credit from: pixabay.com.


"Iya, beberapa temannya yang sama-sama agency dan pernah kerjasama dengan kamu, hampir semuanya bilang kamu suka nawar tinggi. Suka pasang rate card gak masuk akal. Padahal blogmu belum memenuhi standar untuk harga yang tinggi."
"Ohh... Jadi...?"
"Hamzah itu temen lamaku yang akhir-akhir ini kutemukan kembali. Kebetulan dia kerja di agency blogger. Ya udah, aku minta tolong dia untuk ngajak kerjasama sama kamu. Aku pengen tau aja, sih, gimana cara kerja kamu."
"Trus trus?" 

Dia berusaha santai, meski dirinya merasa diadili. Sejenak dipejamkannya matanya, kemudian ia seruput sisa kopi terakhir dari gelasnya.

"Selain bilang kamu matre, dia juga kecewa sama kerjaan kamu. Kurang memuaskan, enggak memenuhi syarat-syarat yang ditentukan. Katanya dia sudah ngasih kamu masukan, tapi kamu abaikan."
"Emm... Iya, sih..."

Dia menghela nafas dalam-dalam. Baru kali ini Dan menulis panjang lebar via WA. Begitu pentingkah masalah ini baginya?

"Lia, kumohon, ubah cara kerja kamu. Kalau kamu sudah membuka diri untuk bekerjasama dengan pihak lain, itu artinya ngeblogmu juga enggak sekadar buat hobi. Di saat seperti itu, jadilah profesional. Lagipula itu semua juga untuk kelanjutan kerjasama-kerjasama berikutnya dan nama baik kamu di mata para klien. Aku malu sama teman-temanku kalau kamu kayak gitu terus. Sedangkan kamu tahu, teman-temanku banyak yang kerja di dunia marketing digital..."

Sesungguhnya egonya menolak masukan-masukan itu. Tapi demi Dan, yang mustahil pun menjadi mungkin.

"Satu lagi. Mungkin memang perempuan cenderung matre, tapi jangan terlalu matre, please. Jangan pasang rate card yang tidak  masuk akal, yang tidak sesuai dengan nilai blogmu. 
Kamu bisa janji enggak buat hal ini? Aku enggak ingin punya istri yang terlalu matre :)."

"Oh, ya, Tuhan... Sungguh aku tak ingin kehilangan dia..." desisnya lirih. Mendengar Dan menyebut kata "istri" saja sudah membuatnya berbunga-bunga. How can she hurt his heart?

Dipandanginya blog dengan template baru itu. Bayang-bayang Dan semakin kuat di pelupuk matanya. Dialihkannya jari-jemari tangannya dari keyboard laptopnya. Dia tangguhkan untuk menulis sponsored post yang kembali menyapanya. Direnunginya kalimat-kalimat Dan. Semakin ia resapi, ternyata hatinya semakin membenarkan. 

"Baiklah, Dan. Demi kamu, dan demi untuk mendewasakan diriku sendiri, aku akan menjadi blogger profesional di saat yang tepat."


***


Cerpen ini ditulis untuk memenuhi tantangan ODOP (One Day One Post) dari ISB (Indonesian Social Blogpreneur) dengan tema "Sang Blogger".




6 comments

  1. Wah bagus juga nih mbak, nambah ilmu juga untuk saya yang baru memulai kembali ngeblog

    ReplyDelete
    Replies
    1. Makasih, Mbak. ALhamdulillah kalau bermanfaat :)

      Delete
  2. Wahh.. Cerpennya bagus, my Ukhty.. Please dilanjutin.. Soalnya gantung banget.. Kepo kelanjutan ceritanya akan kek gimana...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Terima kasih, Miss Diah. Hehehe.. menggantung ya? Memang dibikin seperti itu sih, Miss. Lagipula cerpen enggak harus tuntas kan ceritanya? Hihi, ngeles nih.

      Ya, kalau ada kesempatan insya Allah akan saya lanjutin deh... :)))

      Delete
  3. Dan...
    Dan..bila esok...datang kembali
    Seperti sedia kala dimana kau bisa bercanda
    Dan...perlahan kaupun lupakan aku
    #malahnyanyi


    Mbak, saya jadi bertanya2 masukan seperti yang diberikan agency ini kepada Lia? kali aja tipsnya cocok buat blog saya
    Coba blognya lia mana, biar tahu *eh*

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hehehe.. aku malah gak kepikiran lagu itu Mbak pas kemarin nulis ini.
      Blognya Lia? Cari aja di ruang imajinasi mbak Lidha. Hahaha. Kalau merasa cocok sama masukannya, ya ambil aja Mbak.
      *mintadijiwit :D

      Delete

Terima kasih sudah berkunjung :)
Saya akan senang jika teman-teman meninggalkan komentar yang baik dan sopan.
Mohon maaf komentar dengan link hidup akan saya hapus ^^.