Mengenang Perjuangan Seorang Tukang Potret Keliling



Waktu itu saya masih berseragam putih biru alias masih di SMP (Sekolah Menengah Pertama). Saya masih lugu sekali. Tak pernah memakai pakaian yang macam-macam, apalagi dandan. Jadi ketika akan diajak foto bersama ibu, saya hanya mengenakan pakaian pada saat itu juga tanpa mau ganti baju dulu.

Wah, foto bersama? Difoto oleh siapa? Di mana tempatnya?
Jangan bayangkan saya difoto oleh anggota keluarga yang lain, ya, karena kami belum mempunyai kamera apapun pada saat itu. Jadi ceritanya, siang itu ada seorang tukang potret keliling yang mampir ke warung kami (saat itu kami memang mempunyai warung makan yang biasa melayani para karyawan pabrik di sebelah rumah). Sebenarnya sudah beberapa kali tukang potret keliling itu lewat di depan warung kami, tapi baru kali itu dia mampir.


Credit from pexels.com.


Setelah selesai makan siang, tukang potret itu ngobrol-ngobrol sebentar dengan ibu. Seperti biasa, ibu memang paling suka ngobrol dengan siapapun. Ibu bertanya banyak hal pada lelaki muda tersebut. Mulai dari rumahnya di mana, hingga sampai di mana saja dia biasa berkeliling untuk menjual jasa fotonya. Saya yang baru pulang sekolah dan selesai makan siang juga, ikut mendengarkan obrolan mereka sekilas demi sekilas.

Menjadi tukang potret keliling memang bukan pekerjaan yang mudah, perlu kerja keras secara fisik juga mental. Ya, lelaki muda itu naik kendaraan umum lalu turun di kampung-kampung untuk selanjutnya menjajakan jasanya dengan berjalan kaki mengelilingi kampung. Tentu terasa sangat melelahkan jika tidak dibarengi dengan niat yang kuat. Dia juga harus kuat mental, enggak malu untuk terus berkeliling kampung meski pengguna jasanya enggak banyak. Disamping itu dia juga perlu modal yang enggak sedikit untuk membeli kamera, juga biaya transportasi sehari-hari. 

Singkat cerita, siang itu akhirnya ibu mengajak saya untuk berfoto bersama menggunakan jasa tukang potret keliling itu. Kebetulan kami memang jarang sekali berfoto bersama. Sehingga selain ikut membantu tukang potret itu, saya dan ibu juga akan mempunyai foto kenangan berdua di depan warung makan kami. 

Saya dan ibu sama-sama enggak merasa perlu ganti pakaian saat akan difoto. Selain malas ribet, kami juga sengaja ingin membuat kenangan bagaimana kehidupan sehari-hari kami di warung. Dan.... cekrek... cekrek...! Dua kali bidikan kamera dengan dua pose berbeda telah diabadikan oleh lelaki muda tukang potret keliling itu. Kemudian selang beberapa hari setelahnya, foto kami baru jadi dan diantarkan ke rumah. Yey, senangnya 😄. 

Foto itu menampilkan sosok saya yang sangat lugu dengan pakaian jadul dan bersandal jepit ðŸ˜„. Wajah saya tanpa ekspresi yang benar-benar menyiratkan kondisi saya yang sedang kecapekan dan ngantuk sepulang sekolah. Hahaha... Berbeda dengan ibu, beliau justru terlihat sumringah (karena mungkin senang sekali bisa foto bersama ðŸ˜„ ).
(Sayang, foto kami tersebut entah tersimpan di mana. Kami sudah lupa menyimpannya di mana).


Peristiwa belasan tahun lalu itu menyisakan kenangan bagi saya pribadi. Saya sungguh salut dengan perjuangan lelaki muda itu. Dia mau bekerja keras untuk menjual jasanya, menjual keahliannya. Mungkin saat itu dia belum mampu membuka jasa foto di rumahnya, dengan menyediakan studio foto dan segala asesoris penunjang lainnya. Tapi dia memilih jalan lain untuk tetap menyalurkan passion-nya, dengan rela bersusah payah seperti itu.

Entah bagaimana nasibnya saat ini. Sudah belasan tahun peristiwa itu terjadi, sehingga kemungkinan besar sudah banyak perubahan pula yang terjadi pada dirinya. Mungkin saat ini dia sudah memiliki usaha jasa foto di rumahnya, atau menjadi fotografer andal di sebuah perusahaan, punya akun Instagram untuk menampilkan foto-foto kerennya, atau... entahlah. 

Yang jelas, saat ini saya sudah tak pernah lagi menjumpai sosok tukang potret keliling. Kemajuan zaman telah memudahkan orang meng-capture momen-momen kehidupan dalam bingkai foto dengan lebih mudah. Kemudahan memiliki kamera baik itu kamera pada telepon seluler atau handphone maupun kamera digital semakin memudahkan masyarakat untuk mempelajari fotografi dan mempraktikkannya (menggunakan kamera) sendiri. Jadi, masih ada nggak, ya, tukang potret keliling di tahun 2018 ini? Hehehe.





2 comments

  1. Hahahaha..Ibu pasti seneng banget tuh, sedangkan anaknya cemberut seolah dipaksa buat dipoto ya .

    Ahh, dirumahku belom pernah nemuin poto keliling ini Mak, seru kyanya ya pada jamannya dulu.

    ReplyDelete
  2. Di Pamulang juga gak pernah nemuin tuh tukang foto keliling. Tapi kalo lagi piknik ke Ragunan or ke Ancol sama cucu n anak-anak, duluuu sekali, baru suka nemuin tuh tukang foto yang suka maksa mau motoin kita, hehe...

    ReplyDelete

Terima kasih sudah berkunjung :)
Saya akan senang jika teman-teman meninggalkan komentar yang baik dan sopan.
Mohon maaf komentar dengan link hidup akan saya hapus ^^.