Mengasah Kecerdasan Naturalis Anak dengan Berkebun



Salah satu cara mengasah kecerdasan naturalis anak adalah dengan memperbesar frekuensi interaksi mereka dengan tumbuh-tumbuhan. Kami memang tinggal di desa, yang akan dengan mudah menjumpai tumbuh-tumbuhan di sekitar kami. Tapi, di rumah kami sendiri hanya ada sedikit tanah untuk ditanami tumbuh-tumbuhan. Sehingga, interaksi anak-anak dengan berbagai macam flora selama ini sangat terbatas.

Setahun yang lalu, halaman depan rumah kami masih ada sedikit lahan untuk area "kebun mini". Ada berbagai tanaman dari tanaman bumbu dapur hingga beberapa bunga di sana. Tapi, kondisi itu berubah seiring berkembangnya usaha suami. Halaman depan itu ditutup semua dengan batu paving, dan tak ada sedikitpun tanah untuk berkebun. Sedih sekali rasanya. Tapi, saya harus menerima keadaan. Sehingga akhirnya, tanah yang tersisa untuk bisa ditanami tumbuhan hanya di halaman rumah bagian belakang dan di depan pagar rumah.

Di halaman belakang rumah kami, ada beberapa tanaman yang bermanfaat untuk keseharian kami. Seperti tanaman cabe, buah belimbing, lengkuas, daun katuk, pare, dan lain-lain. Sedangkan di depan rumah ada pohon mangga, belimbing wuluh, lengkuas, serai, dan beberapa bunga. Ya, meskipun sangat sedikit jumlah dan jenisnya, tapi alhamdulillah bermanfaat untuk keperluan sehari-hari dan membuat adem/sejuk halaman belakang dan depan rumah.


Tanaman cabe yang berbuah lebat di halaman belakang rumah kami.


Adanya dua kebun kecil di rumah kami, saya manfaatkan untuk mengenalkan anak-anak pada alam, khususnya pada tumbuh-tumbuhan. Ya, sebenarnya saya sangat ingin menumbuhkan kecintaan anak-anak pada alam dan lingkungan dengan menanam banyak tumbuhan. Anak-anak kami masih kecil, dan sependek pengetahuan saya mereka sangat butuh diasah berbagai aspek kecerdasannya termasuk kecerdasan naturalisnya. Cinta alam dan lingkungan bisa dilakukan dengan cara mengakrabkan mereka dengan alam. Bermain di alam bebas, akrab dengan berbagai macam tumbuhan sehingga bisa menyayanginya, bermain pasir, tanah, dan sebagainya.

Tapi dengan keadaan yang minim "fasilitas" seperti itu, saya sebagai ibunya yang harus pandai-pandai mengajak anak-anak untuk belajar mencintai lingkungan. Saya masih bersyukur dengan adanya halaman belakang dan sedikit tanah di depan rumah yang ada beberapa tumbuhan di sana. Meski dengan kondisi demikian, ruang gerak saya jadi terbatas untuk berkebun dan mengajak anak-anak ikut terlibat di dalamnya. Ya, selama ini bapak saya yang biasanya rajin berkebun dengan tanah yang "seuprit" itu. Maklum beliau sudah sepuh dan butuh aktivitas sebagai penghalau kekosongan waktunya. Dan, saya seringkali kesulitan ikut nimbrung karena lahan yang bisa digarap sangat sedikit.

Foto beberapa waktu yang lalu, saat di halaman rumah masih ada kebun kecil.


Lalu apa yang bisa saya lakukan selama ini? Saya hanya ikut merawatnya dengan kadang menyiraminya, juga menjaganya dari jangkauan tangan anak-anak yang kadang "usil". Ya, namanya anak-anak. Mereka masih belajar bagaimana mengenal dan mencintai lingkungan. Kadang tangan si kakak sangat "kreatif" memetik daun-daun, buah, atau bunga dari tanaman-tanaman itu. Kadang si adik mengambil berlembar-lembar daun untuk acara masak-masakannya. Hehehe. Atau, si kakak mengorek-orek tanah di sekitar akar tanaman. Kakek dan neneknya seringkali dibuat "ngamuk" dengan ulah anak-anak. Hahaha. Tapi sekali lagi, di sinilah mereka belajar. 

Saya sebagai ibunya yang harus sering-sering memberikan pengertian kepada mereka bagaimana menghargai tumbuhan, tidak merusak mereka, dan menyayangi sesama makhluk hidup ciptaan Allah subhanahu wa ta'ala. Dari aktivitas-aktivitas bersama lingkungan seperti itulah saya akan membentuk salah satu karakter baik anak-anak yaitu cinta alam dan lingkungan. Meski pada praktiknya, enggak semudah membalikkan telapak tangan 😊.



Contoh tanaman bunga dalam pot gantung (credit from unsplash.com).


Ke depannya, saya ingin mengajak anak-anak menanam tumbuh-tumbuhan dalam pot. Atau mungkin kami akan menanamnya di botol-botol bekas air mineral, lalu menempelkannya di tembok, seperti yang sering saya lihat di internet atau di jalan-jalan. Saya ingin lebih sering mengajak anak-anak menanam, merawat, dan mungkin memetik buah bersama-sama hasil dari kebun mini kami. Membayangkannya sungguh menyenangkan ðŸ˜Š.

Bagaimanapun, mengasah kecerdasan naturalis anak juga diperlukan keterlibatan anak secara langsung di dalamnya, yaitu ikut terlibat dalam proses penanaman hingga memetik hasilnya. Tentunya dengan intensitas yang sering/konsisten. Dan dengan kondisi lahan yang sangat terbatas, saya sebagai ibunya yang setiap hari dekat dengan anak-anak dituntut untuk lebih kreatif dalam mewujudkan itu semua. Untuk nilai plus, lingkungan rumah kami akan menjadi lebih asri dan adem tentunya. Semoga bisa terwujud, ya, temans. Aamiin. 



1 comment

Terima kasih sudah berkunjung :)
Saya akan senang jika teman-teman meninggalkan komentar yang baik dan sopan.
Mohon maaf komentar dengan link hidup akan saya hapus ^^.