[REVIEW] "SEJENAK HENING" Adjie Silarus - Ya Allah, di Manakah Diri-MU?





Saya senang sekali ketika beberapa hari yang lalu mbak Indari Mastuti menawarkan sebuah teaser buku kepada ibu-ibu di komunitas IIDN. Dan ketika saya tahu teaser itu adalah milik Adjie Silarus yang berjudul “Sejenak Hening”, saya merasa beruntung. Karena sejak “mengenal” nama Adjie beberapa waktu yang lalu sebenarnya saya selalu penasaran dengan buah pikirnya tentang masalah psikologi, masalah menata hati dan pikiran. Ya, Adjie Silarus yang terkenal dengan “meditasi”-nya itu tentu saja akan membahas masalah-masalah hidup berdasarkan ilmu psikologi.

Buku ini disusun bukan berdasarkan bab per bab, melainkan dibiarkan begitu saja dengan menampilkan judul-judul yang menarik perhatian pembaca. Sedangkan teaser yang saya baca ini berisi separuh dari isi buku seseungguhnya (menampilkan 20 pembahasan dari 37 judul “bab” yang ada). Namun dari separuh buku itu saya sudah dapat merasakan apa inti dari tulisan Adjie ini. Bahkan sejak di awal tulisan Adjie sudah mengajak kita untuk: “We must quiet the mind to truly hear.” 

Membaca teaser buku Adjie Silarus yang berjudul lengkap “Sejenak Hening - Menjalani Setiap Hari dalam Hidup dengan Sadar, Sederhana dan Bahagia” ini, saya diajak untuk benar-benar merasakan apa yang sedang saya lakukan sekarang. Buku ini memang akan menekankan pada sejenak hening, atau hening sejenak, dari ramainya kehidupan saat ini. Pembaca akan diajak untuk sebentar saja menghayati apa yang sedang dilakukannya sekarang, saat ini, di sini. Menghadirkan bukan saja fisik dalam sebuah aktivitas, tetapi juga hati dan pikiran. 

Dalam buku ini mengalir kalimat demi kalimat ringan namun seringkali mengandung kata-kata yang cukup untuk berhenti sejenak, merenung, berpikir, dan menghayati hidup, dan apa yang sedang kita lakukan saat ini. Adjie mengajak kita menikmati cerita demi cerita namun setelah membacanya kita akan menemukan makna yang dalam dari cerita-cerita ringan tersebut. Kalimat-kalimat penuh makna pun bertebaran dalam buku ini. Misalnya, saya suka dengan kutipan ini: “Procrastination is the thief of time.” (Edward Young). *karena saya masih suka menunda-nunda pekerjaan, hehe..* 

Namun kalimat yang renyah pun kerap dihadirkan, nampak mengalir begitu saja dan seringkali membuat kita tersenyum. Seperti “becandaan” dalam paragraf ini: Dokter menyarankan untuk operasi. Karena katanya kalau fisioterapi akan percuma. Tapi, operasi pun kemungkinannya masih 50:50. Belum tentu sembuh. Saat mendengar itu, saya bertanya, “Bagaimana kalau bukan 50:50 tapi phone a friend atau ask the audience saja?” Hehehe... 

Saya membaca teaser ini langsung pada isinya, karena rasa penasaran yang tinggi. Saya urut membacanya dari judul awal lalu berikutnya dan seterusnya. Dan dari awal membaca hingga di pertengahan, saya tak kunjung menemukan apa yang diam-diam saya harapkan. Saya khawatir kalau Adjie tak menyentuh masalah “ketuhanan”. Saya hampir mau protes karena selama ini saya memang berusaha menyandarkan pembahasan masalah apa saja pada “Tuhan” (Allah SWT). Saya suka membaca tulisan yang dibumbui dengan penyertaan Tuhan di dalamnya. 

Awalnya saya berpikir, “Oh, mungkin memang begini ya ilmu psikologi umum itu. Yang dibahas tetang kejiwaan saja, tanpa menyangkut masalah agama (Tuhan). Tetapi bagaimana mungkin pembahasan masalah hati dan pikiran tanpa mengikutkan Tuhan? Sedangkan ketika membahas tentang tumbuhan, hewan, bahkan batu pun bisa dihubungkan dengan penciptanya? Ini sungguh keterlaluan! Ya Allah... di manakah diri-MU? Dia sama sekali tak menyebut-Mu!”

Saya hampir saja meninggalkan teaser itu. Tetapi karena penasaran, saya scroll saja terus ke bawah. Dan...., olala! Akhirnya saya pun kecele ;) Kekhawatiran saya terjawab ketika membaca judul “Bermesraan dengan Tuhan”. Ah, leganya. Dan ternyata di bagian awal (pengantar penulis), Adjie juga menyebut Tuhan dalam ucapan terima kasihnya. Syukurlah kalau begitu :) *hehe.. jadi judul review saya di atas bukan termasuk isi dari buku ini, ya*

Namun masih ada sedikit yang mengganjal, saya merasa kurang nyaman dengan pemakaian kata ganti “kamu” untuk menyapa pembaca. Saya pikir itu terlalu akrab dan terkesan “gimana gitu”. Menurut saya, sih, sebaiknya digunakan kata ganti “Anda” saja. Dan satu lagi, mungkin ini masalah kekeliruan menulis, di situ tertulis usia Adjie sekarang adalah 17 tahun. Wew ;)

Tetapi over all, saya merekomendasikan buku ini untuk siapa saja. Terutama bagi mereka yang mempunyai aktivitas super sibuk, hidup di kota metropolitan, mengalami "kesumpekan" hidup, dan ingin kembali menemukan kebahagiaan hidup. Semoga nanti buku ini laris, ya :)

 

4 comments

  1. Dengan ilmu psikologi, kita bisa mengenal diri kita dan memahami orang lain.

    ReplyDelete
    Replies
    1. iya, saya jadi pengin baca tulisan-tulisan psikologi lebih banyak lagi.. makasih ya atas kunjungannya :)

      Delete
  2. Replies
    1. iya memang ta'aruf itu artinya berkenalan kan, ya? :)

      Delete

Terima kasih sudah berkunjung :)
Saya akan senang jika teman-teman meninggalkan komentar yang baik dan sopan.
Mohon maaf komentar dengan link hidup akan saya hapus ^^.