MELATI


credit



Kulihat Melati sedang berjalan bersama teman-temannya di lorong kampus. Rasanya aku seperti berteduh di bawah pohon nan rindang menyaksikan wajahnya yang seriang itu. Segera kupercepat langkahku ke kantin Fakultas Teknik, memenuhi janjiku padanya. Sudah beberapa hari aku tak bertemu dengannya.

“Ada kuliah apa barusan, Mel?” sapaku setelah dia duduk di hadapanku.
“Struktur dan Konstruksi, Pak,” jawabnya berseri. Melati selalu bersemangat kuliah, setidaknya itulah yang kulihat sampai di semester dua ini. Maklum, impiannya sejak kecil untuk menjadi arsitek semakin terbuka lebar. Dan aku, selalu mendukung impiannya sampai di titik ini.
“Kalau Pak Arif?”
“Cuma ngasih bimbingan skripsi aja, kok. Kamu nanti jangan seperti kakak-kakak kelas ya, ngerjain skripsi pada males...”
Dia malah sedikit terbahak mendengar ucapanku.

Beberapa teman dan kakak kelas laki-laki memperhatikannya. Ah, Melati. Dia memang gadis yang menarik. Berkulit bersih, berlesung pipit, selalu berpenampilan ceria, terbuka dengan siapa saja, dan yang jelas dia cerdas. Tak heran begitu banyak laki-laki yang meliriknya. Aku bangga padanya, tetapi juga sekaligus khawatir.


Kata istriku, anak perempuan itu ibarat telur. Sangat mudah retak. Harus sangat hati-hati merawatnya. Maka aku pun selalu mengawasi pergaulannya. Ya, dia sudah kuanggap seperti anakku sendiri. Naluriku pun selalu ingin melindunginya.


“Mel, kamu sudah dewasa. Sudah bisa membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. Jadi aku tak perlu mengulang-ulang nasehat yang sama. Tolong selalu diingat pesanku, ya. Jaga dirimu baik-baik.”


Melati mengangguk. Dia sudah kupahamkan mengenai riwayat hidupnya semenjak memasuki bangku SMU. Awalnya dia terpuruk, tetapi ternyata dia memang bukan gadis yang lemah.


***


15 tahun yang lalu...


Gadis kecil itu berlari ke arahku dan teman-teman kampusku yang baru bersiap-siap mengajar mengaji di masjid. Karena anak-anak yang lain belum datang, kami pun bercanda dengannya. Aku iseng mengajukan pertanyaan retoris kepada bocah berusia 4 tahunan itu.


“Mama kerja di mana, Melati?”

“Nggak tau, pokoknya berangkatnya sore pulangnya pagi,” jawabnya sambil minta dipangku temanku. “Tapi kadang juga di rumah, kok. Banyak om-om yang datang ke rumah. Banyak om yang sayang sama mama,” celotehnya ceria. Kami merinding mendengarnya.

Malamnya, gang di tempat kami mengadakan baksos itu sangat ramai. Kulihat Melati menangis menjerit-jerit. Baru kutahu ternyata ibunya meninggal dunia. Kami pun segera menghampirinya.

“Melati, besok ikut kakak, ya,” kataku berusaha menahan air mata yang ingin keluar.

Dan esoknya bersama pengurus panti asuhan tempat aku biasa mengajar mengaji, kujemput Melati yang sebatang kara. Belakangan kuketahui ibunya bunuh diri ketika tahu dia terserang virus HIV. Mungkin karena dia terlalu sayang kepada Melati. Dan dengan mantap kubawa Melati menjauh dari kampung lokalisasi itu untuk menyelamatkan masa depannya.



#411 kata

#untuk Prompt #15 dan Prompt #17 di Monday FlashFiction



10 comments

  1. Replies
    1. makasih, Mbak cantik (hihi... ga bisa nyebut nama :D )
      salam kenal :)

      Delete
  2. waduh semoga melati tabah dan nggak mengikuti jejak ibunya.

    ReplyDelete
    Replies
    1. di dalam cerita itu memang Melati gadis yang tabah kok, hehe...
      makasih sudah mampir :)

      Delete
  3. Kasian banget melatinya mbak :), semoga melati baik-baik saja dan tidak seperti ibunya :)

    salut sama mbak Diah :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. sudah garis nasibnya kali ya :)
      btw ini cuma fiksi lho... salut apanya ya? hehehe... makasih udah mampir :)

      Delete
    2. weleh,,kirain beneran, btw fiksi enggaknya tandanya apa mbak :D

      Delete
    3. kalau mas HeQris sendiri, kenapa bisa mengira kalau cerita ini beneran? hehe..
      dalam cerita itu si "aku" kan laki-laki, sedangkan saya ibu-ibu :D
      emang sih ada latar non fiksinya, saya pernah jadi sukarelawan di panti asuhan, juga bener-bener pernah bhaksos di lokalisasi Dolly Surabaya. Tapi cerita ini emang cuma fiktif belaka kok mas... ngarang-ngarang aja soal sosok Melati :)
      btw makasih apresiasinya...

      Delete
    4. oh hia,,yang kata istriku itu ya,,wah,,pas ngantuk mungkin saya bacanya,,hehe
      iya mbak sama-sama :)

      Delete
    5. hehehe.. ga apa-apa mas.. udah mau mampir aja udah seneng saya :D

      Delete

Terima kasih sudah berkunjung :)
Saya akan senang jika teman-teman meninggalkan komentar yang baik dan sopan.
Mohon maaf komentar dengan link hidup akan saya hapus ^^.