Keputusan untuk Kuliah



credit


Sudah hampir 3 tahun aku tidak sekolah, ketika tawaran itu tiba-tiba datang menyapaku. Bapak membawa kabar dari Surabaya. Kabar yang menggembirakan bagiku. Karena pakdheku yang tinggal di Surabaya menawariku sebuah beasiswa dari salah satu universitas swasta di kota Pahlawan itu. Sebelum lanjut, FYI, tulisan ini diikutkan pada 8 Minggu Ngeblog bersama Anging Mammiri, minggu keenam.


Ketika mendengar kabar itu aku senang sekali. Karena 3 tahun yang lalu setelah lulus dari SMEA aku sempat menginginkan kuliah. Tetapi aku tak melanjutkan mimpiku, karena keadaan ekonomi keluargaku yang pas-pasan. Aku juga tak berpikir untuk mencari beasiswa, karena memang waktu itu secara tak langsung orangtuaku menginginkan aku bekerja terlebih dahulu.

Tetapi di tengah kegembiraanku aku sempat bimbang, apakah aku akan mengambil kesempatan itu ataukah tidak. Berkali-kali aku pikirkan tentang aku yang sudah hampir 3 tahun tidak menuntut ilmu secara formal, aku sudah tak fresh graduate lagi dari SMEA. Apakah otakku masih bisa “diajak bersekolah”? Apalagi, beasiswa yang diberikan tidak sesuai dengan jurusanku di SMEA. Aku lulusan jurusan Akuntansi, sedangkan beasiswa itu untuk jurusan Syari’ah (hukum Islam).

Di satu sisi aku senang mendapatkan kesempatan untuk kuliah, tetapi di sisi lain aku kurang berminat di bidang itu, di samping usiaku yang sudah “telat” untuk kuliah. Lalu aku ingat kata-kata guru SMP-ku dulu. Katanya, “Kalau Anda nanti terus menuntut ilmu sampai ke jenjang yang lebih tinggi dan lebih tinggi lagi, tujuan Anda hendaklah jangan karena materi. Karena sejatinya menuntut ilmu setinggi-tingginya itu bukan untuk mencari materi, tapi untuk terus mendewasakan Anda.” . Setelah meminta pendapat keluarga dan mohon petunjuk Allah SWT dalam shalat dan doa, lalu aku pun memutuskan untuk mengambil kesempatan itu.

Sempat minder juga ketika aku pamitan dengan istri bosku tempat aku bekerja di kios batik. Dia bilang, “Kamu masih bisa to mikir pelajaran. Sudah berhenti sekolah 3 tahun, gitu...”. Ah, tapi aku sudah mengambil keputusan untuk kuliah, meski jurusan yang kuambil masih asing bagiku. Meskipun aku sudah lama tak mengenyam pendidikan di bangku sekolah, toh aku masih sering ikut kajian Islam, menghadiri majelis taklim, dan kupikir itu tak jauh beda dengan menuntut ilmu di bangku kuliah. Setidaknya, otakku selama itu tidak mandeg dalam berpikir masalah keilmuan.

Ya, aku harus kuat! Biarkan cibiran mereka. Dan akan kubuktikan kalau aku mampu! Seperti terngiang tentang ucapan guruku itu, maka aku ingin mendewasakan caraku berpikir, caraku bertindak, dan caraku menghadapi hidup. Aku ingin mencari ilmu di bangku kuliah dan di universitas kehidupan, di kota Pahlawan nanti. Apapun jurusan yang kuambil nanti, aku akan belajar di dalamnya dengan maksimal. Itulah janjiku di dalam hati.

Aku pun berangkat ke Surabaya dengan semangat belajar yang menggebu. Dan benar saja, akulah mahasiswa tertua di kelas, dengan latar belakang pendidikan SMEA negeri. Sedangkan teman-temanku, mereka adalah lulusan pondok pesantren, atau SMA/SMEA Islam. Dalam lingkup fakultas pun, seingatku hanya aku yang lulusan SMEA negeri. Hehe... Ya, aku beda. Sempat minder juga, tapi aku bangga menjadi berbeda.

Meski kesulitan demi kesulitan kuhadapi selama kuliah (terutama di awal-awal kuliah) sehubungan dengan materi kuliah yang asing bagiku, namun aku menjalaninya dengan senang. Bagaimana aku sangat awam dengan bahasa Arab, tentang ilmu fiqih, tentang ilmu waris dan sebagainya, sedangkan teman-temanku sudah cas cis cus soal itu, tetapi aku justru tak malu bertanya pada mereka. Karena aku selalu ingat tujuanku belajar di situ.

Tak sia-sia usahaku. Alhamdulillah selama 4 tahun masa kuliahku, nilaiku selalu bagus-bagus, bahkan hasil akhirnya juga memuaskan. Meski itu semua dilihat dari sisi nilai akademik. Karena dalam prakteknya ternyata aku belum begitu menguasai bidang yang kuambil. Namun tentu banyak hal yang kudapatkan dari perjalananku selama menempuh pendidikan di S-1. Karena selain rajin belajar di kelas, aku juga aktif dalam kepengurusan organisasi kampus. Dari situ aku belajar banyak hal mengenai organisasi, permasalahan kampus hingga permasalahan warga masyarakat. Cara pandang dan cara berpikirku meningkat bagus, emosiku terlatih dengan banyaknya masalah dalam organisasi maupun dari luar organisasi. Di luar kampus, aku juga belajar banyak hal. Dari hidup di rumah saudara (pakdhe dan om), pengalaman tinggal di panti asuhan sebagai relawan, bekerja paruh waktu, dan sebagainya.

Hidup memang selalu mempunyai dua sisi yang berbeda, ada manis ada pahit, suka duka, senang susah. Dan kita semua pasti pernah mengalaminya. Sedangkan hidup adalah pilihan. Terkadang kita bimbang akan memilih yang mana. Apapun pilihan kita, selalu ada resiko dan hikmah di baliknya. Setiap pilihan kita pun ada manis dan pahit di dalamnya. Hanya dengan keikhlasan dan rasa syukur semua bisa kita jalani dengan nikmat. Jika niat awal karena Allah SWT, insya Allah akan dimudahkan jalannya.






16 comments

  1. Jika boleh memilih, akupun akan kuliah lagi, meski sudah berkeluarga...karena, aku yakin dengan bertambahnya ilmu, aku semakin akan lebih dewasa menyikapi hidup.

    ReplyDelete
    Replies
    1. semoga terkabul keinginannya ya, Mbak Nurul... benar sekali Mbak, bertambahnya ilmu akan semakin mendewasakan kita :)

      Delete
  2. arif dan bijak sekali kata-kata guru SMP mbak dulu ya “Kalau Anda nanti terus menuntut ilmu sampai ke jenjang yang lebih tinggi dan lebih tinggi lagi, tujuan Anda hendaklah jangan karena materi. Karena sejatinya menuntut ilmu setinggi-tingginya itu bukan untuk mencari materi, tapi untuk terus mendewasakan Anda.”

    ReplyDelete
    Replies
    1. iya, Mbak.. makanya selalu saya ingat kata-kata itu.. sangat menginspirasi hidup saya :)

      Delete
  3. Sungguh cita cita yang mulia.

    Tetep semangat ya teman.

    Postingannya bagus

    Salam dari Jember

    ReplyDelete
    Replies
    1. makasih supportnya :) salam kembali dari Sidoarjo :)

      Delete
  4. Mantap tulisannya.. :-D


    yuuk mampir yaa >> http://ceha-precious.blogspot.com/

    ReplyDelete
  5. semoga ini pilihan yang tepat, mbak. :)
    salam hangat dari bandung,

    ReplyDelete
    Replies
    1. iya, makasih :)
      salam kembali dari Sidoarjo :)

      Delete
  6. prinsip guru SMPnya persis prinsip dari bapak mertua saya [menurut cerita suami] :)

    mari terus belajar mbak, walau sudah emak-emak hehehe

    salam dari Suroboyo

    ReplyDelete
    Replies
    1. setuju, Mbak Heni.. terus belajar.. walau mungkin tidak secara formal, bisa lewat buku atau internet :) dari anak kita juga bisa belajar :)
      salam kembali, Mbak :)

      Delete
  7. man jadda wa jada , insyaallah wlpn dua sisi yg berbeda namun semua bisa di jalani dengan baik..salut atas semangatnya:), salam kenal mba..salam hangat dari aceh

    ReplyDelete
    Replies
    1. yup, siapa yang berusaha maka dia bisa :)
      makasih mbak apresiasinya.. salam kenal kembali :)

      Delete
  8. Insya Allah, selalu ada kemudahan jika niat lillahi ta'ala.
    Saya pun harus menunggu setahun setelah lulus SMK sebelum melanjutkan kuliah, tak apa... semua pilihan ada konsekuensinya. dan selalu ada hikmah dibalik setiap pristiwa. Salam kenal Mba Diah.

    ReplyDelete
    Replies
    1. iya, Mbak, benar sekali :)
      menunggu emang menjemukan ya Mbak, jadi selagi menunggu cari kesibukan lain :) salam kenal kembali, Mbak Aisyah...

      Delete

Terima kasih sudah berkunjung :)
Saya akan senang jika teman-teman meninggalkan komentar yang baik dan sopan.
Mohon maaf komentar dengan link hidup akan saya hapus ^^.