Batik dan Sejarah Manis dalam Hidupku


Saya terlahir di kota Solo. Meski bukan di tengah kota Solo, namun tinggal di pinggiran kota Solo tetaplah dalam wilayah Solo yang membuat saya bangga. Bangga akan sebuah kota yang konon katanya adalah kota budaya. Banyak karya seni yang lahir dan kemudian menjadi budaya di kota ini. Di antara sekian banyak karya seni khas kota Solo, adalah batik yang terkenal hingga ke mancanegara.

Masa Kecil Bersama Batik
Saya mengenal batik sejak masih kecil, karena dahulu ibu saya bekerja sebagai pembatik. Setiap seminggu atau dua minggu sekali ibu mengambil beberapa kodi kain batik dari luar desa dan membatiknya bersama seorang tetangga. Kain-kain batik itu sudah berisi pola-pola (gambar) batik dan ibu tinggal memoles bagian-bagian yang perlu dibatik kembali. Sehingga dalam hal ini ibu membatik pada proses ke dua. Karena membuat batik memang melalui beberapa proses.
Saya suka menunggui ibu membatik. Terkadang saya memerhatikan dengan serius saat ibu menggoreskan malam (lilin yang berwarna coklat kehitaman yang dipanaskan/dicairkan di dalam wajan untuk membatik) dari dalam cantingnya (alat yang dipakai untuk memindahkan atau mengambil malam yang digunakan untuk membuat batik tulis) ke kain batik. Saya juga suka melihat-lihat motif-motif kain batik yang beraneka ragam. Atau seringkali hanya bermain-main petak umpet di balik kain yang sedang dibatik dan tidur-tiduran di bawah gawangan (alat untuk menyangga kain yang sedang dibatik, biasanya terbuat dari bambu) bersama teman saya. Rasanya senang sekali menemani ibu bekerja sambil bermain-main di dekatnya. Ibu juga senang karena beliau tak akan mengantuk saat membatik. Keramaian kami di dekatnya dan suara merdu dari sebuah radio kecil adalah penahan rasa kantuknya saat membatik.
Gambar orang membatik 
(http://www.apakabardunia.com/2012/04/batik-masuk-kurikulum-di-italia.html)


Hingga suatu waktu ibu menyuruh saya untuk mencoba ikut membatik. Ternyata membatik itu perlu konsentrasi dan ketekunan, selain perasaan seni. Dengan sangat hati-hati saya memegang canting yang berisi malam yang teramat panas, lalu melukis di atas kain batik yang sudah berpola itu. Harus hati-hati, karena kalau tidak, malam panas itu bisa tumpah dan merusak kain batik sehingga susah untuk dibersihkan kembali. Atau bisa juga mengenai tangan yang pastinya akan menimbulkan rasa sakit di kulit. Pertama kali membatik ada perasaan takut dan tak percaya diri, namun lama-kelamaan menjadi mengasyikkan. Tetapi yang namanya anak-anak, dia akan bosan bila ada aktivitas lain yang lebih menarik menurutnya. Begitu pula dengan saya. Membatik bagi saya yang waktu itu masih di SD adalah sekadar bermain-main, walaupun pada kenyataannya hasil karya saya bisa membantu pekerjaan ibu. Namun seiring berjalannya waktu, kemampuan saya membatik tidak berkembang dan hanya sementara, karena ibu berhenti dari pekerjaan membatik dengan alasan beralih pekerjaan. Meski kemampuan itu tak lagi berkembang, semua cerita tentang batik di masa kecil itu tersimpan manis dalam memori saya hingga kini.


Batik di Pasar Klewer
Saya kembali “bertemu” batik ketika lulus dari SMU. Namun kali ini saya bergelut dengan batik dalam bentuk yang lain. Kalau dahulu saya “bermain-main” dalam proses pembuatannya, kini saya mengelola batik dalam bentuk yang sudah jadi. Saya ikut menjualkan beberapa macam produk batik dari sebuah perusahaan batik yang membuka stan di Pasar Klewer Solo. Ada bermacam-macam produk batik seperti pakaian, seprei, dan sebagainya yang kesemuanya adalah batik.

Meski hanya bekerja sebagai pegawai penjualan, saya senang kembali akrab dengan batik di Pasar Klewer. Selain kembali membangkitkan memori masa kecil yang indah, pada dasarnya saya memang suka batik. Karena batik terdiri dari bermacam-macam motif/corak yang terkadang abstrak namun sangat indah. Di pasar tekstil ini pula, saya menjadi tahu berbagai produk batik yang menarik, jenis-jenis batik, motif-motif batik, batik dari beberapa kota di Indonesia, maupun distribusi batik dari Solo ke beberapa kota di luar Solo, ke luar Pulau Jawa bahkan ke luar negeri.

Mengenai motif batik, sebenarnya di Indonesia terdapat ratusan motif dari berbagai daerah. Namun di Solo sendiri terdapat motif batik khas Solo, di antaranya motif Parang Kusuma, Sido Luhur, Wahyu Tumurun, Truntum, Sekar Jagad, Kereta Kencana, dan lain-lain. 
Contoh motif batik: Parang Kusuma (www.kriyalea.com)

Pengalaman bekerja di Pasar Klewer juga menambah wawasan saya tentang batik di kota Solo. Di sekitar Pasar Klewer terdapat banyak toko batik maupun butik batik yang menawarkan berbagai produk batik dari pakaian hingga tas, sandal atau perlengkapan lain. Produknya tak beda jauh dengan yang berada di dalam Pasar Klewer, namun sedikit berbeda dari segi penataan dan lokasi yang lebih terjangkau. Kesemuanya bersaing memasarkan produk batik kepada calon konsumen baik dari dalam maupun luar negeri. Terdapat pula beberapa kampung batik di kota Solo, misalnya Kampung Kauman dan Kampung Laweyan. Kampung-kampung batik ini selain menyediakan produk batik juga melayani para pencari ilmu tentang batik. Para pengunjung dapat melihat proses membatik secara lengkap, mencari informasi tentang batik langsung dari pekerja dan produsen batik, sekaligus memilih dan membeli produk batik yang diinginkan sebagai oleh-oleh. So beautiful!
Gapura Pasar Klewer
(http://solo.yogyes.com/id/see-and-do/market/pasar-klewer/photo-gallery/1/)
Momen Terindah Bersama Batik
Ketika saya kuliah di Surabaya, ternyata di kota Pahlawan ini juga tak sulit untuk menemukan produk batik. Hanya saja motifnya berbeda dengan batik dari kota Solo. Di Surabaya, banyak dipasarkan produk batik dari Surabaya sendiri, Sidoarjo, bahkan dari Madura. Masing-masing mempunyai kekhasan sendiri-sendiri. Seperti batik Madura, warna-warnanya lebih menyolok. Dari situ saya menjadi tahu, bahkan di dalam satu daerah yang berdekatan pun, motif/corak batik bisa berbeda-beda. Itulah batik yang kaya akan motif.

Ada sebuah cerita yang mengesankan sehubungan dengan batik setelah saya lulus kuliah. Waktu itu saya menerima penghargaan dalam sebuah kompetisi skripsi tingkat nasional (Supersemar Award 2009). Dalam ajang penyerahan penghargaan tersebut, ternyata panitia telah menyiapkan kostum yang seragam bagi kami para pemenang award tersebut. Dan kostum yang seragam itu adalah kostum batik! Wow, saya sangat senang. Kami bersebelas merayakan kemenangan bersama, berfoto bersama, bersama batik! Apalagi busana batik ini adalah produk sebuah perusahaan batik tingkat nasional yang berada di kota Solo. Alangkah nyaman dan bangganya saya mengenakan busana itu. Karena, bahkan belum tentu saya mampu membelinya dengan kocek sendiri waktu itu, hehe.

Foto berseragam kostum batik di Supersemar Award 2009 (doc. pribadi)

Sebenarnya banyak cerita menarik dalam sejarah hidup saya terkait dengan batik. Karena memang sepertinya batik tak pernah lepas dalam hidup saya yang notabene adalah “anak” kota Solo sebagai salah satu pusat batik di Indonesia. Apalagi kini setiap tanggal 2 Oktober telah ditetapkan sebagai hari batik sedunia oleh UNESCO (United Nations Educational, Scientific, and Cultural Organization) sebagai warisan budaya dunia yang asli berasal dari Indonesia. Sehingga di berbagai kota di Indonesia sangat gencar melakukan berbagai upaya dalam rangka melanggengkan warisan budaya ini agar terus hidup dan berkembang di negeri asalnya. Dengan demikian rasa cinta dan bangga saya terhadap batik kian bertambah.


Upaya Pelestarian Batik
Rasa cinta dan bangga kita terhadap batik harus didukung dengan upaya dalam pelestarian warisan budaya yang sangat berharga ini. Upaya pelestarian batik bisa dilakukan dengan berbagai cara. Dari faktor produksi, diharapkan produsen-produsen batik di Indonesia terus menelurkan karya yang semakin “berwarna” dan tentu saja kreatif. Entah itu batik printing atau batik cap. Pembibitan para pekerja batik tulis harus terus dilakukan, karena batik tulis asli adalah karya batik yang bernilai seni tinggi. Kini mencari pembatik yang benar-benar mampu membatik dengan tangannya dari proses kain kosong, melukis (membuat pola), hingga menjadi batik yang siap jual tidak semudah dahulu. Padahal banyak peminat batik yang mencari pekerja seni batik semacam ini. Sebut saja kisah tante saya. Beliau mampu melakukan proses membatik dari awal hingga akhir. Hasilnya, banyak peminat batik dari dalam dan luar negeri yang memanfaatkan jasanya. Dan hasil karyanya dihargai dengan rupiah yang tinggi! Selain tentunya penghargaan dari hati atas karya seni yang unik ini.


Foto saya bersama suami dan tante yang mahir membuat batik tulis (doc. pribadi)
Dari faktor pemasaran, penjualan secara offline (luar jaringan) atau online (dalam jaringan) harus sama-sama ditingkatkan. Banyaknya pasar tekstil di Indonesia semakin memudahkan para produsen untuk memasarkan hasil karyanya. Sebut saja beberapa pasar tekstil di Indonesia, seperti Pasar Klewer di Solo, Pasar Beringharjo di Yogyakarta, atau Pasar Tanah Abang di Jakarta. Semuanya menampung produksi batik untuk dipasarkan. Menjamurnya butik batik dan toko batik di Solo misalnya, merupakan persaingan yang sehat dalam memasarkan produk batik dengan kualitas yang berbeda-beda.

Demikian pula penjualan secara online. Kini teknologi yang semakin canggih kian memudahkan pebisnis batik untuk berbisnis batik di dunia maya. Seperti yang dilakukan Berbatik, e-commerce batik pertama di Indonesia. Di berbatik.com, Anda dapat melakukan transaksi batik online dengan mudah. Anda dapat melakukan belanja pakaian batik tanpa perlu berdesak-desakan di pasar dan meluangkan waktu untuk memilih model dan motif batik yang diinginkan.

Sedangkan dari faktor konsumsi, adalah tugas kita bersama untuk melestarikan batik sebagai warisan budaya bangsa. Batik sangat fleksibel untuk digunakan di berbagai tempat dan suasana. Sebutlah untuk produk pakaian batik. Kita dapat mengenakannya dalam acara resmi di kantor atau acara pesta, dalam event-event tertentu, bahkan dalam acara santai. Karena pakaian batik pun kini tersedia dalam berbagai model. Tidak melulu berupa kemeja atau blus, kaos pun banyak yang bermotif batik. Bahkan kaos dengan logo klub sepakbola dipadu dengan motif batik menjadi unik dan menarik.

Berbicara tentang batik ternyata sangat luas dan menarik. Dari kisah di masa kecil saya, hingga kini batik telah mendunia. It’s amazing!



Tulisan ini diikutsertakan dalam "Kontes Blog: Aku Berbatik"
www.berbatik.com




Promosi via Twitter:




28 comments

  1. Replies
    1. terima kasih mbak Luluk.. ayo ikut nulis tentang batik juga :)

      Delete
  2. Paling suka batik mana/apa mba DK ?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aiih... senengnya dipanggil DK (baca: deka), hehe..
      Karena saya orang Solo jadi saya juga suka batik Solo, Mbak Arin.. paling suka lihat orang memakai batik motif Parang, segala macam Parang deh. Kayaknya kelihatan anggun gitu, hehehe.. Saya juga suka motif kawung yang lumayan besar-besar gitu, simpel tapi bagus. Gimana dengan mbak Arin?

      Delete
  3. wuih...kereeereen mba... pengalamannya menarik... (lagi mikir, mau nulis apa he2)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Terima kasih mbak Nunung.. padahal kemarin sempet bingung pas dapet info kontes ini dari mbak Lita Alifah, soalnya yang dilihat teknis ngeblognya, kayaknya susaaaah gitu. Tapi ketika teringat memoriku tentang batik, aku terjang aja syarat-syarat teknis ngeblog yang masih awam bagiku itu. Yang penting hepi nulisnya, hehhe.. Ayo ayo ayo.... semangat mbak... :)

      Delete
  4. batik, batik, batik...awalnya tidak begitu tertarik...lama-lama...mikir ayo nulis dong tentang batik....

    bagus mbak, jadi menginspirasi saya untuk ikutan, sukses ya

    ReplyDelete
    Replies
    1. alhamdulillah kalau tulisan saya bisa menginspirasi, Mbak Astin.. ayo segera ikutan nulis.. batik itu emang menarik lho, hehe..
      terima kasih ya mbak, salam kenal :)

      Delete
  5. Wow ..............keren mbak tulisannya jadi kangen pulang kampung sambil milih-milih batik di Laweyan

    ReplyDelete
    Replies
    1. Terima kasih mbak Tizara, salam kenal.. btw asli Solo juga? Solo mana nih? Batik di Laweyan emang bagus-bagus ya :)

      Delete
    2. Suamiku asli Solo........... batik Laweyan memang agak beda dgn yg di Klewer model2nya lbh variatif

      Delete
    3. wah mengamati juga ya mbak... kalau saya taunya emang batik Laweyan lebih elegan gitu :)kalau di Klewer kan emang dari batik kualitas bawah sampai atas ada ya mbak :)

      Delete
  6. wuihhh gak salah aku kasih info ini ya, ternyata pas dengan pengalaman, aku malah gak ikut, gak punya pengalaman soale xixi
    apikkk mb ceritane, aku mau donk dikasih batik buatan mb DK :p

    ReplyDelete
    Replies
    1. lhoh kok ga ikut to mbak.. situ kan dekat Pekalongan juga to? Bisa mengangkat cerita tentang batik Pekalongan, hehe..
      kalau batik buatanku ga punya, kalau batik di Pasar Klewer banyakkk mbak Lita :D
      Makasih ya mbak udah mampir, lha mana kritikane soal blog??

      Delete
  7. hmm...keren pengalamannya mbak DK. jd pengen ke Solo. saya juga suka dengan batik mbak. lumayan banyak koleksi baju batik di lemari, sayangnya saya tdk begitu paham dengan sejarahnya :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. terima kasih, Mbak Maftuhah.. salam kenal :)
      iya ayo mbak ke Solo, di sana bisa belanja batik sepuasnya, sampai puas pegelnya juga, hehe..
      bagus dong mbak koleksi batiknya banyak, berarti cinta batik, cinta Indonesia :) ga paham sejarahnya bisa dibaca-baca kan kapan-kapan, ga masalah. Saya juga ga begitu paham kok :D

      Delete
  8. Kereen mb...saya belum sempet nulis. Bulan ini banyak banget lomba yang saya ikuti. Ko ngga ikut lomba cyberbully di Kompasiana mb ? Saya dah posing. Soalnya DL nya tgl.27..

    ReplyDelete
    Replies
    1. Terima kasih bu Ety yang baik (hehhee... selalu inget buku Curhat Bisnis-nya). Saya sudah telat bu, belum daftar. Kan pendaftaran paling lambat tanggal 20 kemarin ya? Sukses ya Bu, semoga kekejar semua DL-nya :)

      Delete
  9. wah seru nih pengalaman mbatiknya pernah terlibat didalamnya yah ga ky aku cm liat doang dr TV :p

    ReplyDelete
    Replies
    1. Terima kasih, Mbak Aprillia.. iya seru banget, Mbak.. Tapi meski cuma liat dari tipi tetep asyik juga kan melihat tentang batik? hehehe...

      Delete
  10. Bagus, Mbak...tulisannya...batik, batik, dan batik. Jadi ingat kota sebelah saya, Pekalongan. Yang juga kaya akan batik :)

    Ngomong-ngomong soal DK, saya dulu sempat mau pakai nama pena Isnaeni Deka lho...sampai akhirnya...pakai Isnaeni DK aja. Kalau pakai Deka...kita sama lah ya...hehehe

    ReplyDelete
    Replies
    1. Terima kasih, Mbak Isnaeni :) lho mbak Isna ini tinggal di mana? Nggak ikutan lomba nulis yang ini mbak?

      Hihihi.... ternyata ada persamaannya ya kita.. btw DK di situ kepanjangannya apa, Mbak?

      Delete
  11. Wow keren mbak..sukses n trs smngat menulisnya :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Makasih mbak Christanty :) semangat nulis ada mbak, tapi belum bisa jaga konsistensi! hehehe... mesti lebih tegas pada diri sendiri nih :)

      Delete
  12. Mengenang KOta Solo dengan ragam batiknya,
    apalagi melihat gapura Pasar Klewer,
    menguak kembali memori masa kuliah
    ^_^

    ReplyDelete
    Replies
    1. hehehe... pernah kuliah di Solo ya mbak? kapan-kapan jalan-jalan ke sana lagi yaa, beli batik yang banyak :)

      Delete
  13. Hmm, saya mau ke Laweyan belum jadi..Semoga bisa secepatnya kesana ..

    ReplyDelete
    Replies
    1. Laweyan emang kampung batik yang unik. Btw mbak Ety tinggal di Solo atau Banyumas ya? Semoga kesampaian niatnya ke Laweyan ya mbak :)

      Delete

Terima kasih sudah berkunjung :)
Saya akan senang jika teman-teman meninggalkan komentar yang baik dan sopan.
Mohon maaf komentar dengan link hidup akan saya hapus ^^.